Connect with us

News

Ada Apa Dengan Islam Nusantara?

Ada Apa Dengan Islam Nusantara?

[ad_1]

Ilustrasi (Foto: Dok. Istimewa)

Oleh: Yudia Falentina, A.Md.

Sejarah Islam Nusantara

Ketua PBNU KH Said Agil Siradj mengatakan Islam Nusantara itu Islam yang ramah, anti radikal, inklusif dan toleran. Bukan Islam Arab yang selalu konflik dengan sesama Islam dan perang saudara. Inus (Islam Nusantara) didakwahkan dengan merangkul, melestarikan, menghormati budaya, tidak malah memberangus budaya. (www.bbc.com, 15 Juni 2015).

Menurut salah satu tokoh Inus Azyumardi Azra “Model Inus dibutuhkan masyarakat dunia saat ini, karena ciri khasnya mengedepankan jalan tengah. Bersifat tawassuth (moderat), tidak ekstrem kanan dan kiri, selalu seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain, serta bisa menerima demokrasi dengan baik.” (www.bbc.com, 15 Juni 2015)

Islam Nusantara telah lahir tiga tahun lalu. Ide ini dikampanyekan Tahun 2015 saat peringatan Israk Mikraj Nabi Muhammad di Istana Negara. Hari itu 17 Mei 2015, untuk pertama kalinya lantunan ayat suci Alquran dibawakan dengan langgam (irama) Jawa. Kampanye Inus ini juga didukung oleh Presiden Joko Widodo. Saat beliau hadir dalam acara istighotsah menyambut Ramadan 14 Juni 2015 di Mesjid Istiqlal Jakarta. Dalam pidatonya Presiden RI ini menyampaikan “Islam kita adalah Islam Nusantara. Islam yang penuh sopan santun. Islam yang penuh tata krama. Itulah Islam Nusantara. Islam yang penuh toleransi.” (www.bbc.com, 15 Juni 2015)

Dan kini isu Inus kembali digaungkan lewat seminar, diskusi nasional dan internasional. Bahkan NU, sebagai penggagas Inus menciptakan senam khusus dengan sebutan Senam Nusantara. Sebelumnya juga telah lahir istilah kerudung Nusantara, salat Nusantara (karena berbahasa indonesia).

Bahaya Islam Nusantara

Menilik dari segi bahasa, Islam merupakan agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan sesamanya. Sedangkan Nusantara sebutan bagi seluruh kepulauan yang ada di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke.

Islam bukanlah agama asli penduduk Nusantara, ia diturunkan di Arab tepatnya di kota Mekah. Selanjutnya didakwahkan Rasulullah dan pengikutnya ke berbagai belahan dunia hingga sampailah ke bumi Indonesia.

Jika yang dimaksud Islam Nusantara adalah wajah Islam yang berkembang di nusantara, hal ini boleh-boleh saja. Karena wajah Islam di setiap negara memang berbeda, tergantung budaya dan adat istiadat setempat.

Salat pakai sarung, pakai batik, pakai peci hanya ada di Indonesia. Tradisi mudik lebaran dan makan ketupat tentu tidak akan ditemukan di Cina dan Arab. Alhasil dakwah Islam ke berbagai negara menjadikan perbedaan dalam berbagai hal seperti makanan dan atribut yang dikenakan. Meskipun terdapat perbedaan, umat Islam di dunia tetap satu tubuh tanpa ada rasa tinggi dan berbeda dengan umat Islam negara lain.

Hanya saja, ide Inus saat ini bukanlah sebatas wajah Islam di Nusantara. Paham ini digunakan kaum liberal untuk menjauhkan umat dari Islam, menajamkan perbedaan antara Islam di Indonesia dengan Islam di Arab. Seperti tuduhan Islam Arab tak ramah, penuh peperangan dan intoleransi. Sedangkan Islam Nusantara adalah kebalikan dari Islam Arab. Ujungnya akan menimbulkan asyobiyah yang tinggi di kalangan umat. Jadilah Umat Islam yang sibuk dengan urusan negaranya sendiri, tak peduli dengan penderitaan muslim di belahan bumi lain.

Paham Inus semakin diarahkan untuk menusantarakan Islam hingga berimbas pada penyempitan makna Islam. Para ikhwan berjenggot mendapat olokan sebagai manusia goblok. Wanita bercadar di cap teroris, anggota rohis dikata radikalis, pengemban dakwah dijuluki ektremis. Bukan mustahil suatu saat nanti pakai hijab syari akan diganti dengan kerudung nusantara. Azan diganti dengan kidung berbahasa indonesia dan pelarangan pemakaian simbol Islam lainnya karena tidak sesuai dengan budaya nusantara. Akibatnya Islam di Indonesia akan sirna, hanya tinggal nama.

Pembumihangusan Islam dulu pernah terjadi dalam sejarah Turki. Pasca runtuhnya daulah Khilafah tahun 1924 H, pemakaian semua simbol Islam dilarang karena tidak berasal dari budaya Turki. Kemal Attaturk mewajibkan seluruh warganya untuk mengikuti pola hidup Barat, berpakaian, makanan, bahasa, pendidikan dan gaya hidup (www.serambinews.com). Jika kita tidak jeli, maka Indonesia akan bernasib seperti Turki.

Islam Sudah Sempurna dari Sang Pencipta

Islam tidak pernah menentang budaya manusia selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sesuai dengan firman Allah dalam QS Al Baqarah : 42 “Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.”

Islam adalah agama yang benar dan sempurna, datang dari Allah yang maha benar. Firman Allah dalam QS. Ali Imran : 19 “Sesungguhnya agama (yang diridai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”

Kesempurnaan Islam tertuang dalam QS. Al Maidah : 3 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.”

Islam itu agama universal untuk semua umat di muka bumi. Tak peduli warna kulit, suku bangsa dan adat istiadat. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Saba : 28 “Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya. Sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Islam mengharamkan ikatan kesukuan (ashobiyah). Paham ini merusak kesatuan kaum muslim seperti fanatisme buta pada kelompok. Islam telah mencela paham ashobiyah. Rasulullah saw bersabda : “Bukan dari golongan kami siapa saja yang menyerukan asyobiyah. Bukan dari kami siapa saja yang berperang atas dasar asyobiyah. Bukan dari kami siapa saja yang mati diatasnya asyobiyah. (HR. Dawud)

Islam Nusantara adalah ide yang salah, walaupun dikemas dengan konsep yang kekinian dan wah. Kita tidak usah mengikuti mereka karena latah. Akhirat itu pasti, kelak kita akan dihisab sendiri-sendiri. Setiap diri tidak akan menanggung dosa orang lain. Tak ada yang dapat menolong kecuali syafaat Rasulullah saw. Supaya tidak latah mari kita berhijrah. Mengkaji Islam Kaffah, agar tau wajah Islam yang rahmah. Wallahualam bishowab. (*)


Pemilik hobi membaca dan menulis ini lahir di Alahan Panjang 14 Juli 1982. Penulis merupakan ASN Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat dan anggota grup menulis di beberapa komunitas menulis. Email: [email protected], Telp: 081363879196

PADANG — Perolehan pajak PBB di Kota Padang, hingga akhir Juli 2018 ini, dinilai masih belum memuaskan. Meski begitu,…

PARIAMAN — Sebanyak 36 siswa-siswi yang tergabung dalam Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) Kota Pariaman tahun ini…

PASAMAN BARAT – Bupati Pasaman Barat (Pasbar), Rabu (1/8/2018) melepas secara resmi sebanyak 279 orang Jamaah Calon…

PASAMAN BARAT – Fahri, bocah umur 8 tahun yang dilaporkan hilang sejak Selasa (14/8/2018) sore, masih belum ditemukan…

PASAMAN BARAT – Seorang anak usia 8 tahun siswa SD 03 Kinali, warga Jorong Bandua Balai, Kecamatan Kinali, Kabupaten…

(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/id_ID/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=1208534375853801”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer