Connect with us

Kolom & Opini

CURHAT NYI BLORO; RATU LAUT KIJING – siarminang.net

CURHAT NYI BLORO; RATU LAUT KIJING – Beritasumbar.com

[ad_1]

“Berani karena benar, takut karena salah,
Rajin pangkal pandai (pintar), bisa karena biasa,
Hemat pangkal kaya, boros pangkal miskin,
Maka pelajarilah sebab musababnya itu,
& berharaplah takdir bisa lebih baik
Agar menjadi sebuah karunia”

Suatu pagi menjelang siang, Tan Gindo punya agenda mengundang panitia pelatihan vokasi menjahit yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat ketika dalam survey dan disepakati oleh lima forum desa terdampak di cafe Asbuy langggannya. Sebagai pendamping, RBK dan PMLI Pelindo sebagai sponsor kegiatan hanya mencoba sebagai fasilitasi kegiatan. Sebelumnya, tercatat dalam laporan sudah berlangsung beberapa kegiatan seperti pelatihan IT dan Media, Pelatihan Boga, Sablon dan Pertanian; namun mendapat tanggapan negative dari beberapa masyarakat dampingan, tokoh penting di forum desa dan aparatur lainnya.

Cukup panas informasi ini di kepala Tan Gindo ketika ada masalah kegiatan tersebut tidak sesuai harapan, bahkan sebagian masyarakat dampingan ada yang berniat membatalkan kegiatan yang sudah disusun bersama. “Lucu, kegiatan ini sudah disurvey menjadi kebutuhan dan disepakati bersama, kok jadi masalah, ada apa ini?” ungkap Tan Gindo bertanya-tanya. Persoalan ini kemudian sempat jadi pembahasan alot dalam rapat manajemen di RBK sehingga acara nya dibilang kegiatan “ecek-ecek” dan menganggap acara ini tampa Pelindo-pun bisa diadakan oleh pihak desa dan oleh masyarakat lain.

“Benarkah demikian adanya, apa persamaanya dan apa perbedaannya, sehingga bisa disbanding-bandingkan dengan begitu mudah?” ujar Tan Gindo melontarkan pertanyaan dalam sebuah diskusi kritis. Kemudian menjadi pembahasan internal tim pendamping dan pihak manajemen RBK. “Jangan-jangan ada sesatu yang tidak pas pada tempatnya atau karena sebuah kebiasaan yang sudah terjadi, ketika ada pelatihan yang sama juga tidak begitu terasa manfaatnya bagi masyarakat dampingan” ungkap Tan Gindo lebih lanjut.

Baca juga kisah “Menantang Matahari” bag. 8; Bangkitkan Kesadaran !

Hasil diskusi kemudian menyimpulkan bahwa untuk kegiatan berikutnya harus pertimbangkan kembali banyak hal, termasuk urusan remeh temeh yang tidak boleh di anggap enteng. Seperti kata orang bijak “betapa banyak orang dijalanan mudah jatuh oleh kerikil yang halus, ketimbang batu besar yang terang dimatanya” ungkap Tan Gindo merenung. Maka dari itu dalam pelaksanaan pelatihan vokasi menjahit yang akan segera dilaksanakan termasuk pelatihan-pelatihan berikutnya berharap ada sedikit perbaikan, kebetulan Tan Gindo dapat jatah sebagai koordinator kegiatan kala itu “harus bisa lebih antusias, nih…” ujarnya penuh harap.

Rapat evaluasi kali ini dilakukan untuk mempertimbangkan dan mensepakati kegiatan tetap bisa berlangsung atau harus diundur kembali. Yang jelas semua orang atau berbagai pihak terkait sangat berharap tetap bisa berlanjut karena sebelum ini lebih kurang dua bulan sudah tertunda-tunda pelaksanaanya, “sungguh sebuah kesabaran yang tidak sedikit” ujar para pendamping sesekali menggerutu.

Begitu juga masyarakat dampingan dan pihak manajemen RBK sendiri. Padahal kegiatan tersebut sudah sangat biasa dilakukan di tengah-tengah masyarakat apalagi bagi PMLI yang dikenal sebagai sebuah pusat pelatihan penyiapan Sumber Daya Manusia untuk pelabuhan. Semua orang apalagi pejabat penting mungkin sudah mengetahui sekali sepak terjangnya PMLI, “masak pelatihan yang beginian saja bisa repot urusannya, aneh” ujar Tan Gindo sedikit kesal.

Sejuruh demi sejuruh evaluasi persiapan kegiatan kemudian berlangsung, dengan semangat bersama bak pasukan perang siap bertempur Tan Gindo membicarakan segala kemungkinan.”Man-teman mari kita lihat bagaimana skenario dan strategi kegiatan kedepan, apa yang menjadi kendala, apa yang dibutuhkan agar kegiatan tetap berlangsung dan tidak terundur-undur lagi pelaksanaanya” ujar Tan Gindo membuka rapat kali itu.

Fokus pembahasan tetap pada tugas dan tanggung jawab diberikan, “mari kita lakukan pada batas tanggung jawab yang dimiliki, urusan yang kecil-kecil dalam pelatihan kali ini mari kita selesaikan, urusan yang besar-besar itu kita serahkan pada RBK dan PMLI sebagai atasan kita” ujar Tan Gindo tegas. “Sebagai pelaksana teknis dan ujung tombak di masyarakat tentu kita harus siap dengan segala resiko, kalau gagal pasti kita yang menanggung akibatnya, kalau berhasil jangan berharap dapat nama” ujar Tan Gindo memberikan tantangan pada tim pelaksana.

Berdasarkan berbagai pengalaman yang dilalui, Tan Gindo berupaya menggiring tim pelaksana bagaimana memanfaatkan potensi dan kekuatan yang ada agar tetap menjadi lebih baik. Tan Gindo yang juga ternyata suka menonton film Kungfu Cina ternama itu, mencoba membuat ilustrasi ”Ibarat jurus Tai Chi Master, mari kita serap energy alam yang disekitar kita sebaik mungkin ketika sudah menjadi kekuatan besar kita akan lempar kepada lawan (masalah) yang ada didepan mata kita dengan cantik, agar semua terpental, doaaaar…ha.ha.ha” ujar Tan Gindo tertawa sambil serius.

Demikian rapat evaluasi finalisasi tersebut selesai tak begitu lama, meski dipertangahan diskusi sebagian tim harus segera berangkat ke Pontianak untuk segera menyelesaikan kebutuhan peralatan kegiatan yang sudah mendesak. Namun rapat tetap berlangsung baik dan lancar, “Alhamdulillah, tim ini luar biasa sekali, jika masih dalam semangat yang sama; insya Allah acara bisa dilakukan dengan sukses” ujar Tan Gindo membatin. Begitu lah harapan ditumpangkan, semoga menjadi pengalaman terbaru kembali untuk menjawab berbagai persoalan yang dianggap remeh temeh oleh berbagai orang dan tokoh.

Selepas menutup rapat Tan Gindo bersama beberapa orang tim santai sejenak menghabiskan konsumsi rapat yang masih tesisa sambil berbincang santai dan bergembira. Seorang ibu panita lokal bernama Leni jadi topik gurauan Tan Gindo, diperkirakan masih berumur 35-an, cukup cantik, karena berjiblab jadi tidak bisa melihat warna kulit yang sebenarnya, hanya terlihat seperti sedikit kuning langsat, mungkin karena pengalaman dan bergaulan ibu Leni cukup mudah akrab dalam pertemuan tersebut. Namun ketika dilihat nama di WhatsApp-nya terlihat ber-inisial “Nyai”, sambil pura-pura bertanya “Nama ibu sebenarnya siapa sih, kok berinisal Nyai?” ujar Tan Gindo memancing pertanyaan. Ibu tersebut menjawab “orang-orang memanggil saya nyai karena dapat suami orang Subang Jawa Barat, padahal saya orang asli Kijing-Mempawah” ujarnya lugas.

“Lha sejauh itu dapat suami, dapat dari mana, apa dulu pernah nyasar atau gimana?” ujar Tan Gindo cengengesan, bergurau “Bukan pak, dulu saya pernah merantau yang sama dengan suami ketika di Malaysia, kami kerja dalam satu pabrik, kebetulan si Akang dulu sering berjumpa dan bertemu dengan saya dalam bertugas, jadi tik tok begitulah” ujar si Nyai tersenyum mengingat nostalgianya. Tan Gindo kemudian melanjutkan pertanyaan lebih mendalam dan mengupas pengalaman nostalgianya si Nyai tersebut. “Lho, udah bisa sukses dan ketemua jodoh di rantau kok malah pulang, kenapa?” ujar Tan Gindo. “Ya, begitulah pak e, tidak mudah hidup dirantau dan tak semudah di inginkan, jadi kita putuskan berkembang dikampung sajalah, sayang karena tak ada modal juga akhirnya sulit berkembang” ujar Nyai setengah curhat.

Tan Gindo akhirnya ketawa-ketiwi mendengar curhatan si-Nyai, sambil celoteh “Nah ini menarik lagi untuk kita bahas, dapat kita kasih judul kisah Nyai si Ratu Kijing” ungkap Tan Gindo kelakar. Tiba-tiba ada teman di sebelah Tan Gindo kebetulan beliau admin pendamping Sungai Kunyit Dalam, namanya Adit; ganteng, berambut sedikit ikal, bertubuh jangkung dan berwajah serius tapi suka juga bercanda, kemudian menyalib pembicaraan “tanggung pak, bikin saja si Nyai Blorong Ratu Laut Kijing” ujarnya terpingkal-pingkal. “Okeh, sepakat kita buat kisahnya dengan “Nyi Bloro; Ratu Laut Kijing”, karena cinta dan harapannya tertumpang di Memapawah khususnya daerah Kijing kita nisabahkan saja” ungkap Tan Gindo bertambah semangat dan kembali bersama ketawa-ketiwi.

Seperti kebiasaanya Tan Gindo bercanda dalam hal ini bukan sekedar bercanda saja, tapi ada maksud dan tujuan untuk membongkar masalahnya karena curhatan si Nyai hanya satu dari fakta keluhan masyarakat yang telah ditemui di sepanjang desa. Sejuruh kemudian Tan Gindo melanjutkan pertanyaan menusuk “modal apa yang Nyai butuhkan, bukannya sudah banyak pengalaman di rantau dan sudah bisa membuat usaha kecil-kecilan seperti menjahit itu” ujar Tan Gindo mendesak. “Modal uang lah pak, tampa uang mana mungkin kita bisa bergerak saat ini, kalau adapun tidak cukup” ungkap si Nyai menjawab serius. Kemudian Tan Gindo kembali bertanya mendesak “apakah uang adalah masalah utama, ada masalah lain yang kira-kira harus dibenahi dulu?’ ujar Tan Gindo tersenyum.

Si Nyai akhirnya menjawab agak separuh ragu, “ya ngak jugalah pak, masih ada yang mesti saya pelajari, mungkin saja belum punya ilmu dalam membuat pola desain pakaian, sehingga belum sanggup dan berani membuat baju sendiri, yang bisa hari ini hanya tukang tambal baju saja dengan upah secukupnya dan tergantung pesanan” ujar si-Nyai. “Nah kan jelas, bukan hanya persoalan uang ternyata, pengakuan ini yang penting” ujar Tan Gindo kembali tersenyum. Kemudian Tan Gindo mengulas beberapa contoh kejadian dan tuntutan masyarakat dampingan yang serupa dengan pertanyaan si Nyai. “Tapi ini tidak sama dengan kasus Nyai ya.., agak bedalah, Nyai Leni; wanita hebat” ujar Tan Gindo mengelak. Karena Nyi Leni sudah ada muatan kesadarannya dan ingin belajar lebih jauh sehingga sudah sering aktif dalam kegiatan forum desanya.

……….

“Rata-rata masyarakat umumnya memang berkeluh tentang masalah yang sama bahkan ada yang ngotot dalam menghadapi masalah hari ini dan malah dikait-kaitkan langsung dengan kehadiran Pelindo II, padahal jauh hari sebelum kehadiran Pelindo II sebenarnya masyarakat sudah mengalami hal yang serupa, masih sulit untuk berkembang dan tak kunjung dapat maju dengan baik, bahkan berbagai kesempatan dan bantuan modal serta berbagai pelatihan sudah banyak dilakukan; namun tak juga berobah nasibnya” ungkap Tan Gindo tegas. “Anehnya tiba-tiba Pelindo II menjadi tumbal atau si-kambing hitam atas segala persaoalan hari ini, jadi kita terkesan tidak adil juga menghakimi kehadiran perusahaan ini, justru harusnya kehadiran perusahaan harus bisa kita jadikan peluang” Ungkap Tan Gindo kembali menimpal pembicaraanya.

“Bin salabin ala kadabra” begitulah sebuah kejadian, peristiwa dan masalah sangat mudah dilempar dan digelindingkan di depan publik dan menjadi pembicaraan panas ditengah-tengan masayarakat tampa bisa menyelami masalahnya lebih jauh. ”Apakah kita yang tidak siap menghadapi kenyataan, apakah pemerintahan yang sudah semena-mena, atau perusahaan yang dengan kuasa modal bisa jual beli kebijakan untuk kepentingan usahanya?” ujar Tan Gindo melempar pertanyaan. Beberapa pertanyaan diatas jelas menjadi sebuah tantangan bahkan ancaman baru jika kita uraikan sebab akibatnya. Bak “menantang matahari”, siapa tidak siap akan hangus terbakar, siapa bisa memanfaatkannya akan dapat keberkahan.

Kemudian Tan Gindo bertambah ber api-api menjelaskan temuan dan keanehan dilapangan, dimana setiap bantuan yang diberikan banyak terbentur dan kegagalan. Bahkan sebagian masyarakat menolak akan bantuan yang bersifat kelompok. “Saya pesimis dengan kegiatan dan bantuan kelompok karena belum ada yang berhasil dan yakin masyarakat tidak mau” ujar Tan Gindo mengutip pembicaraan seorang tokoh yang sedikit terlihat ngotot. Waktu itu Tan Gindo sempat sedikit emosional juga mendengar ucapanitu dan berbalik bertanya “maaf bapak, coba sebutkan satu contoh bantuan yang bersifat pribadi juga berhasil” ujar Tan Gindo penasaran. Pertanyaan tersebut juga tak mampu dijawab oleh tokoh tersebut, karena faktanya juga begitu fatal lagi yang ditemukan.

Persoalan aneka bantuan dan support pihak luar, desa dan manapun sepertinya semakin diperparah oleh system yang juga telah berkembang. Terutama dari pihak pemerintah sendiri, betapa banyak bantuan modal dan dampingan yang telah diberikan selama ini tak kunjung ada kepuasan dan mengalami kebuntuan. Program sudah berjalan, proyek sudah menghabiskan dana ratusan bahkan miliaran tapi sedikitpun tidak dirasakan manfaatnya, malah masalah baru yang kemudian muncul. Banyak masalah akhirnya juga diredam dan tidak ada penyelesaian sama sekali, kemudian yang gampang tertuduh lagi-lagi adalah pada kesiapan masyarakat. “Tak jarang akhirnya pemerintah setempat terutama kepala desa yang lama terkesan hanya bisa mengotori piring dan melemparkan kepada kepala desa pengganti yang baru untuk cuci piring” ujar Tan Gindo kesal dalam sebuah pertemuan.

Menurut pandangan Tan Gindo, apapun yang direncanakan, sekecil apapun dan bagaimana-pun sebuah kegiatan harus dapat berarti dan bermakna dapat dilakukan. Terkait kehadiran pembangunan Pelindo II banyak masyarakat dampingan yang menuntut lebih jauh dari proses pendampingan ini; yang dilihat hanya sekedar materi belaka bahkan seolah-olah dengan uang, bantuan modal yang cukup atau ganti rugi saja semua persoalan selesai. Padahal ketika ada modal uang berapapun jumlahnya jika tidak terkelola secara baik dan benar semua banyak yang hancur dan berkhir sia-sia belaka.

Pernah terucap oleh Tan Gindo kepada beberapa orang, masyarakat dampingan bahkan tokoh pending desa “maaf, dalam program pendampingan saat ini uang tidaklah sangat berarti bahkan kecil bagi pihak perusahaan, berapapun nanti yang kita butuhkan cepat atau lambat pasti akan bisa terpenuhi dan terfikirkan, persoalannya adalah seberapa mampu kita pertanggung jawabkan kegiatan ini dengan baik secara prosedur dan tata kelolanya; bayangkan saja uang yang baru kita kelola dalam hitungan jutaan saja sudah menjadi biang keributan dan merusak mental masyarakat; apalagi sudah terhitung ratusan dan miliaran juta; apa yang akan terjadi” ujar Tan Gindo berikan logika sederhananya.

“Sebagai orang yang sedikit berpengalaman, saya berani mengatakan ketika kita semua belum bisa dipercaya orang, pemodal atau siapapun secara publik; jangan harap mereka mau membantu kita untuk dapat berkembang” ujar Tan Gindo kembali tegaskan. “Maka dari itu dengan peluang kegiatan hari ini sekecil apapun modalnya kita harus mampu buktikan bahwa kita mampu kelola kegiatan ini dengan baik dan benar bahkan jauh lebih bermanfaat, ketika berhasil berarti untuk urusan berikutnya kita dapat dipercaya lagi bahkan siap untuk mengurus dana sebesar apapun, mari kita bantah bahwa masyarakat bukan makhluk bodoh yang tidak mampu kelola uang bantuan dan modal besar manapun, kelak suatu hari” ujar Tan Gindo berucap lebih semangat.

Sikap positif ini lah yang dikembangkan oleh Tan Gindo selama dilapangan, karena menurut hematnya persoalan masyarakat kita bukan pada persoalan kebutuhan modal uang atau materi belaka tapi lebih pada keterampilan dan sikap bagai mana memperbaiki tata kelola. “Coba kita perhatikan bukan hanya di desa-desa kita, hampir semua desa di Indonesia yang pernah kami jalani saat ini tata kelolanya hancur, padahal setiap tahun dana yang dikucurkan tidak lah sedikit, rata-rata hampir 2 Milyar tiap tahunnya tapi sudah berapa desa-desa yang berhasil dalam menata diri dalam pembangunan” ujar Tan Gindo membuka pengetahuan pada berbagai momen kesempatan diskusi.

Dalam sebuah diskusi pengurus forum desa Tan Gindo juga pernah membandingkan persoalan materi, uang dan hutang dalam berbagai kegiatan atau usaha masyarakat dengan system pemberdayaan Masjid Munzalan-Pontianak ketika beberapa hari lalu pernah mendampingi pengurus masjid (DKM) se-Sungai Kunyit. “Betapa sebenarnya untuk sebuah modal pembangunan sebenarnya kitapun, bangsa ini sebenarnya tak perlu berhutang ke negera manapun, seperti ummat Islam misalnya punya potensi Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf, begitu juga ummat agama lainnya juga punya system ekonomi keummatan tersendiri” ujar Tan Gindo membuka wawasan.

“Bayangkan, melalui kekuatan ummat atau masyarakat sebuah Masjid Muzalan dapat menggerakkan ekonomi hingga 9 milyar tiap bulannya dengan berbagai cabang kegiatan ekonomi, bahkan sekarang sedang membangun gedung berlantai 6, murni tampa hutang dan pinajaman bank atau pengusaha manapun” ujar Tan Gindo menginformasikan keberhasilan pemberdayaan Masjid tersebut. Lantas bagaimana kondisi kebanyakan masyarakat kita hari ini, yang setiap saat mengeluhkan “sedikit-sedikit mengeluh tak ada modal uang untuk bergerak, bahkan sedikit sedikit doyan berhutang, sedikit-sedikit hanya menuntut ini dan itu untuk dapat berbuat dan berkembang” ujar Tan Gindo membuat sindiran.

“Maka dari itu mari kita belajar kembali melihat potensi diri dan belajar pada mereka yang sudah berhasil untuk mandiri dan maju dengan kaki sendiri” ujar Tan Gindo. Sepertinya ditengah-tengah masyarakat sudah menyebar penyakit sebuah ketergantungan bahkan tidak mengenali lagi potensi yang adalam dirinya sendiri, cendrung hanya banyak menuntut sejenih bantuan-bantuan apalagi yang bersifat modal tunai tampa ada pendampingan yang terukur.

Parahnya hampir setiap kegiatan desa atau dimanapun banyak kejadian kalau tidak ada “amplop” semua tidak akan dapat berjalan bahkan sebagian besar mau terlibat mengikuti kegiatan apapaun hanya memang karena sebuah amplop tersebut ketimbang kesempatan ilmu yang telah diraihnya. Apalagi selama issue Covid-19 bantuan-bantuan tunai seperti itu hampir 80% sudah menghabiskan anggaran-anggaran desa dimanapun di Indonesia,” pestalah dengan uang-uang pembagian” ujar Tan Gindo kembali terkesan sinis.

………………

Begitulah masyarakat Indonesia akhirnya menjadi masyarakat yang “naif’ dalam kehidupan sehari-hari. “Akan seperti apa masyarakat generasi Indonesia dimassa akan datang” ujar Tan Gindo menggerutu. Parahnya Negara Indonesia juga terkesan doyan berhutang, terkasan boros dalam anggaran bahkan tak sedikit berita kebocoran tingkat tinggi terjadi dari pusat pemerintahan “masyarakat sibuk mengurus uang amplop dan recehan sementara para pejabat dan penguasa yang lain sibuk merampok uang rakyat dengan uang trilliunan dan jarang serius diproses serta tak kapok-kapoknya” ungkap Tan Gindo tambah sinis lagi dalam sebuah diskusi kritis.

Demikian akhirnya curhat “Nyi Bloro” berujung pada terbongkarnya borok bangsa kita-Indonesia. “Hari ini kita mesti bersedih, namun tak ada jalan lain bagi kita berpangku tangan terutama pada generasi muda, kita harus bangkit setapak demi setapak untuk negeri ini, agar semua bisa diperbaiki, minimal untuk diri kita sendiri dan dimulai dari lingkungan terkecil, maka mari belajar dari mereka yang sudah berpengalaman, dari segala kegagalan dan nilai-nilai luhur massa lalu bangsa ini; sampai tuntas setuntas-tuntasnya dan jangan sekedarnya saja jika ingin merobah sesuatu” ujar Tan Gindo menutup sebuah pembicaraan penuh makna, teringat pituah ranah Minang;

“Anjalai tumbuah dimunggu, sugi sugi dirumpun padi. Supayo pandai rajin baguru, supayo tinggi naikan budi. Kalau tali kaia panjang sajangka, lauik dalam usah didugo, Pandai karano batanyo, tahu karano baguru. Sadang baguru kapalang aja, lai bak bungo kambang tak jadi. Kunun kok dapek dek mandangga, indak dalam dihalusi”.

Pengetahuan hanya didapat dengan berguru, kemulian hanya didapat dengan budi yang tinggi. Kalau pengetahuan baru sedikit jangan dicoba mengurus pekerjaan yang sulit namun kerjakan apa yang bisa dilakukan. Pengetahuan dan pengalaman diperoleh karena belajar dan banyak bertanya kepada orang yang tahu. Setiap menuntut pengetahuan jangan putus ditengah atau harus mendalam, dan kurang mamfaatnya jika hanya dengan mendengarkan saja, lebih baik belajar untuk melakukan sesuatu secara sungguh-sungguh.

Bersambung ke bag. 10

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Khazanah

Jabatan Itu Amanah, Jangan Kau Minta Apalagi Beli – siarminang.net

Jabatan Itu Amanah, Jangan Kau Minta Apalagi Beli – Beritasumbar.com

[ad_1]

Oleh : Ustadz Raden Dwi Wahyu Sulistiantoro.SH

Rasulullah Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis melarang umatnya untuk meminta jabatan. Rasulullah juga enggan memberikan jabatan kepada orang yang meminta jabatan dan rakus.

Dalam hadis lainnya Rasulullah juga mengatakan bahwa pada hari kiamat jabatan adalah kehinaan dan penyesalan. Kecuali orang yang mengambil jabatan dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.

Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim).

Abu Musa dia berkata, “Saya dan dua orang anak pamanku menemui Nabi SAW, salah seorang dari keduanya lalu berkata, ‘wahai Rasulullah angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah Azza Wa Jalla kepadamu.’ Dan seorang lagi mengucapkan perkataan serupa.”

Maka Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya.” (HR Muslim)

Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat). Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau (Rasulullah) menepuk bahuku dengan tangan.”

Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR Muslim).

Terhormat dan disegani adalah keinginan banyak orang. Keduanya sangat identik dengan penguasa. Mungkin karena faktor ini, sehingga banyak orang berlomba dan melakukan berbagai macam cara untuk meraih kekuasaan.

Terjebak dalam perbuatan bid’ah atau syirik, demi meraih kursi jabatan. Tidakkah mereka khawatir akan beban berat yang akan mereka pikul di dunia ini? Yang lebih berat lagi adalah pertanggungjawaban di hadapan Allah Azza wa Jalla ! Terlebih meminta jabatan itu sendiri adalah hal terlarang dalam Islam.

Jika meminta suatu jabatan saja sudah terlarang, lalu bagaimana dengan orang-orang yang berusaha meraih suatu jabatan dengan cara-cara yang melanggar norma-norma agama. Semoga Allah Azza wa Jalla memelihara kita dan seluruh kaum Muslimin dari jebakan syaitan yang terus berusaha menyeret manusia dalam berbagai perbuatan maksiat.***

Penulis adalah pendakwah dan alumni Universitas Bung Hatta Padang tinggal di Batam Kepri.

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Kolom & Opini

Buya Mahyeldi Profesional Lantik Pejabat – siarminang.net

Buya Mahyeldi Profesional Lantik Pejabat – Beritasumbar.com

[ad_1]

Oleh Reido Deskumar (Ketua Gema Keadilan Sumbar)

Agaknya dua puluh empat jam gerak-gerik Buya Mahyeldi selalu di pantau. Diperhatikan betul, tak berkedip mata dibuatnya. Kebijakanya selalu di sorot dan di preteli satu persatu. Sepertinya terlalu berlebihan akan tetapi diambil saja sisi positifnya. Banyak yang perhatian kepada Buya Mahyeldi

Namanya juga pemimpin, ada yang suka, ada pula yang tidak suka. Apalagi yang sudah punya mindset, apapun yang dilakukan Buya Mahyeldi selalu salah. Baik juga yang dikerjakan, tetap juga salah. Apa boleh buat, sudah diberi pembenaran akan tetapi tidak bisa juga menerima. Sudahlah, tidak perlu dihiraukan yang penting kerja-kerja Buya Mahyeldi tetap terus berjalan.

Pelantikan sembilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) oleh Buya Mahyeldi, membuat orang pada terkejut. Bahkan yang selalu mengkritik beliau “takalok” dibuatnya. Tiba-tiba sudah dilantik saja sembilan pejabat baru di lingkungan Provinsi Sumbar. Apalagi pelantikan dilakukan malam hari setelah sholat isya. Bertambah pula argumenya menyerang Buya Mahyeldi. Kenapa pelantikanya malam, tidak seperti biasanya di siang hari?

Sesekali sepertinya perlu ada tabayyun, sehingga bisa jelas ujung pangkalnya. Tidak hanya menyodorkan sebuah kekeliruan. Pelantikan dilakukan malam hari, setelah isya, merupakan hal yang sangat wajar. Seharian Buya Mahyeldi berkegiatan, waktu kosongnya ada malam hari. Dan Buya Mahyeldi juga sudah terbiasa melakukan kegiatan malam hari, pertemuan dengan tokoh masyarakat, lembaga sosial bahkan melantik organisasi masyarakat setelah isya. Kecuali pelantikan dilakukan tengah malam disaat orang lain pada tidur, baru diluar kewajaran.

Bicara tentang bab pelantikan penjabat, merupakan hal yang sudah biasa dilakukan dalam pemerintahan. Tidak ada yang dispesialkan. Tinggal menunggu waktu saja. Karena itu hak prerogratif gubernur. Asal sesuai aturan tinggal dijalankan.

Pelantikan OPD yang dilakukan oleh Buya Mahyeldi sudah profesional. Sesuai aturan dan informasinya sudah mendapatkan persetujuan Kemendagri nomor 821/4533/SJ dan KASN nomor B-2682/KASN08/2021. Bahkan dalam melakukan pelantikan tidak ada pejabat yang di non-jobkan. Soal aturan dan regulasi, Buya Mahyeldi sangat berkomitmen sekali. Kalau tidak, mungkin di awal-awal pemerintahanya sudah melakukan rotasi habis-habisan. Tetapi lihatlah, Buya Mahyeldi begitu profesional dan sabar menunggu waktu dan mengikuti aturan.

Yang mempermasalahkan dilantikanya Sekda Kota Padang Amasrul menjadi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) karena dianggap rangkap jabatan dan dikritik oleh banyak orang, yang bersangkutan kurang membaca saja. Sudah jelas Amasrul di non-aktifkan Walikota Padang Hendri Septa sebagai Sekda Kota Padang. Dan sudah ada orang yang ditunjuk sebagai Plt Sekda. Tapi setelah dilantik Buya Mahyeldi disebut pula Amasrul masih menjabat sebagai Sekda Kota Padang. Bertele-tele saja itu namanya.

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

kesehatan

Pentingnya Peningkatan Imun Tubuh Dengan Olahraga Dan Pemanfaatan TOGA – siarminang.net

Pentingnya Peningkatan Imun Tubuh Dengan Olahraga Dan Pemanfaatan TOGA – Beritasumbar.com

[ad_1]

DI ERA PPKM UPAYA PENINGKATAN IMUNITAS TUBUH MELALUI AKTIVITAS FISIK (SENAM AEROBIK) DAN PEMANFAATAN PEKARANGAN RUMAH UNTUK TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) SANGAT DIBUTUHKAN

Oleh: YUANITA ANANDA
Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Memasuki era PPKM saat sekarang ini,  sebagian besar masyarakat masih banyak yang tidak patuh protokol kesehatan yaitu tidak mengunakan masker, tidak menjaga jarak, tidak mencuci tangan, menghindari kerumunan. Hal ini mengakibatkan tingginya angka Covid di wilayah Sumatera Barat. Diketahui dari data pantauan Covid-19 Sumatera Barat pada tanggal 11 Agustus 2021 bahwa total positif yaitu 79.580 orang (+630), total sembuh 62.286 orang (+856), total meninggal 1.718 orang (+22), dengan kasus aktif 13.576 (17,06), positif rate 17,79%.

Adanya peningkatan kasus Covid-19 di Sumatera Barat khususnya di kota Padang yaitu di wilayah kerja Puskesmas Dadok Tunggul Hitam Padang. Peningkatan kasus tersebut disebabkan masyarakat jarang melakukan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh pada masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan, minat dan pergerakan dari masyarakat tersebut kurang.

Selain itu dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa sebagian besar pekarangan rumah masyarakat kurang bermanfaat dengan baik. Hal ini terlihat dari tidak adanya tanaman TOGA yang ditanam di pekarangan rumah dan banyak masyarakat yang tidak mengetahui contoh tanaman TOGA serta manfaatnya. Aktivitas fisik dan tanaman obat keluarga (TOGA) merupakan salah satu program dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).

GERMAS ini merupakan salah satu program yang telah dicanangkan oleh Pemerintah. Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dan merupakan perpanjangan tangan dari program pemerintah dalam bidang kesehatan.

Oleh karena itu, sangat diperlukan sekali pemberian edukasi yang lebih mendalam kepada masyarakat. Untuk itu, kami tim dosen dari Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang terdiri dari Ns. Yuanita Ananda, M.Kep, Ns. Mulyanti Roberto Muliantino, M.Kep, Ns. Zifriyanthi Minanda Putri, M.Kep dan Ns. Muthmainnah, M.Kep serta Silvi Triana Helmi , Dinia Hendi Agesti melakukan kegiatan pengabdian masyarakat yang berfokus pada Peningkatan Aktivitas Fisik Dan Pemanfaatan Pekarangan Rumah Untuk Tanaman Obat Keluarga (Toga) Sebagai Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Di Wilayah Kerja Puskesmas Dadok Tunggul Hitam Padang

Konsep edukasi dikemas secara berbeda dan menarik yaitu dilakukan secara door to door

kepada masyarakat. Hal ini dilakukan karena kota Padang masih dalam kondisi PPKM Level 4.  Implementasi edukasi tersebut yaitu dengan cara membuat WhatsApp Grup (WAG) untuk peserta kegiatan agar memudahkan komunikasi, di dalam WAG tersebut telah di share video senam aerobic dan mekanisme kegiatan. Kemudian masyarakat akan melaksanakan senam aerobic sesuai video tersebut yang dilaksanakan secara door to door.

Selanjutnya masyarakat diberikan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) serta penjelasan manfaat dari tanaman tersebut yang dapat meningkatkan imunitas tubuh serta mengurangi terpapar virus Covid-19. Pemberian edukasi melalui booklet yang dibuat semenarik mungkin dengan bahasa yang ringan yang mudah dipahami oleh masyarakat.

Diakhir kegiatan edukasi, tim membagikantanaman obat keluarga (TOGA), masker, hand sanitizer dan booklet edukasi kepada masyarakat. Kegiatan ini merupakan Iptek Berbasis Dosen dan Masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Masyarakat. Edukasi ini dilakukan kepada 15 Kepala Keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Dadok Tunggul Hitam Padang khususnya pada tanggal 9 Agustus 2021 Diharapkan masyarakat yang mengikuti kegiatan ini dapat berbagi informasi (sharring) kepada masyarakat yang lain yang belum berkesempatan mengikuti kegiatan ini sehingga tindakan pencegahan terhadap Covid-19 dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer