Connect with us

Anies Baswedan

Fadli Zon Masih Yakin Peserta Aksi 22 Mei Bukan Demonstran BayaranWebsite Resmi Fadli Zon Wakil Ketua DPR RI

aksi-massa-di-depan-kantor-bawaslu-di-jalan-mh-thamrin

[ad_1]

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai mereka yang berunjuk rasa pada 21 dan 22 Mei 2019, merupakan masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya.

Mereka yang berunjuk rasa pada aksi 22 Mei, katanya, bukanlah demonstran bayaran.

“Saya melihat apa yang terjadi kemarin itu memang masyarakat kok yang datang menuntut haknya ya,” ucapnya.

“Bukan dikerahkan, bukan dibayar, karena mereka mempunyai sikap. Masyarakat sekarang ini kan masyarakat yang lebih kritis,” imbuh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.

Menurutnya, aksi unjuk rasa masyarakat tersebut dipicu informasi yang diterima. Sekarang ini, menurutnya, masyarakat lebih kritis, karena informasi yang beredar di masyarakat tidak terbatas.

“Kalau mendapat informasi kan, informasi yang datang langsung di HP mereka dalam genggaman tangan mereka, sehingga reaksinya tentu berbeda-beda,” ulasnya.

“Kalau zaman dulu kan info sangat terbatas, televisi saja cuma ada satu, iya kan? Bahkan kalau ada swasta paling nambah satu atau dua. Tidak ada informasi yang lain,” paparnya.

“Kalau sekarang info itu betul-betul tidak terbatas. Sehingga, respons masyarakat juga berbeda-beda. Saya kira ini yang kita lihat,” sambungnya.

Fadli Zon mengatakan, hanya cara berpikir model lama, yang setiap ada aksi, selalu dicurigai adanya pihak ketiga. Cara berpikir tersebut muncul ketika informasi sangat terbatas.

“Kita jangan cara berpikirnya kayak zaman dulu dong. Kita ini sudah ada di negara demokrasi. Kalau dulu sebentar-bentar itu ada pihak ketiga. Sekarang apa? Pihak ketiga itu siapa?” Tanyanya.

Fadli Zon juga menyoroti penanganan aksi unjuk rasa pada 22 Mei 2019.

Fadli Zon menyayangkan penanganan aksi 22 Mei yang cenderung represif sehingga menimbulkan korban jiwa.

“Saya kira yang terjadi kemarin ini adalah satu tragedi dalam demokrasi, terutama dalam penanganan unjuk rasa,” kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senin (27/5/2019).

Fadli Zon mengatakan, aksi unjuk rasa di sebuah negara demokrasi tidak boleh mematikan orang. Meskipun, orang tersebut melempar batu, atau berunjuk rasa melewati batas waktu.

“Demonstrasi di negara demokrasi tidak boleh mematikan orang. Orang itu bisa saja bersalah melewati waktu yang ditentukan atau melempar batu, tapi bukan alasan orang itu akhirnya bisa ditembaki dibunuh, disiksa, dan sebagainya. Saya kira itu yang tidak bisa ditolerir,” tuturnya.

Oleh karena itu, menurut Fadli Zon, saat ini penting bagi pemerintah untuk menunjukkan rasa keadilan bagi masyarakat.

“Sekarang rasa keadilan saya kira makin langka. Dan tiadanya keadilan itu akan melahirkan distrust, ketidakpercayaan,” ujarnya

“Jadi penangkapan-penangkapan itu harus seimbang, termasuk pada oknum yang diduga melakukan kekerasan, abuse of power, bahkan ada yang meninggal dunia,” sambungnya.

Sebelumnya, Fadli Zon, anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menegaskan aksi 22 Mei tidak diinisiasi pihaknya.

Aksi tersebut, katanya, merupakan murni datang dari masyarakat yang ingin menolak hasil Pemilu 2019.

“Jadi, hal ini perlu kami tegaskan, ini bukan aksi BPN. Ini aksinya masyarakat yang peduli kepada keadilan dan kebenaran,” kata dia di RSUD Tarakan, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

Fadli Zon mengatakan, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto juga telah menyatakan imbauan agar masyarakat dapat menahan diri dan menjaga aturan, serta tetap berada di jalur konstitusional.

Dengan demikian, masyarakat yang saat ini menyampaikan aspirasinya, dapat dihargai sebagai hak masyarakat. Tidak perlu dianggap musuh karena protes tentang kecurangan.

“Hak masyarakat jangan dianggap musuh. Mereka yang sampaikan aspirasi, protes kecurangan, itu adalah bagian dari ekspresi demokrasi kita,” tuturnya.

Fadli Zon juga sempat hadir di tengah-tengah massa pengunjuk rasa. Dia menyebut kedatangan massa yang membanjiri depan Gedung Bawaslu, memiliki satu tujuan, yakni menuntut dan memperjuangkan keadilan.

Menurut dia, jangan sampai ada pihak-pihak yang mencoba merampas hak rakyat, baik itu lewat tutur lisan maupun tulisan.

“Kita bisa berada di tempat ini pada hari penting. Saudara datang dari berbagai tempat karena merasa terpanggil bahwa yang saudara lakukan adalah suatu perjuangan untuk menuntut keadian,” papar Fadli Zon di atas mobil komando, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019) malam.

“Apa yang saudara lakukan sejalan dengan konstitusi UUD 1945,” sambungnya.

Fadli Zon yakin, mereka yang turut hadir memenuhi lokasi punya niat baik. Maka dari itu, dirinya berpesan kepada aparat kepolisian untuk tidak gegabah mengambil langkah represif kepada peserta demonstrasi.

“Saya berpesan kepada aparat kepolisian, mereka adalah rakyat kita. Jangan smapai ada yang terluka, tercederai, apalagi sampai meninggal dunia,” beber Fadli Zon.

“Setuju, betul,” sambut massa.

Tak berhenti di sana, Fadli Zon malah menambahkan statement lanjutan. Dia menyadari saat ini Pemilu 2019 dipenuhi dengan kecurangan.

Wakil Ketua DPR ini mengatakan, dirinya bersama peserta demonstrasi belum menyerah.

Dia selaku pimpinan di DPR akan mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilannya kembali.

“Kami belum menyerah saat ini. Saya pimpinan DPR akan mengawal. Kita tahu yang kita hadapi bukan hal yang kecil,” cetusnya.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya masih mengecek informasi enam korban tewas akibat kerusuhan di Jakarta pada Rabu (22/5/2019) dini hari.

“Masih dicek seputar itu, termasuk penyebab tewas dan identitasnya,” kata Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi Wartakotalive.com, Rabu (22/5/2019).

Yang pasti, kata Dedi Prasetyo, polisi tidak dibekali peluru tajam dan senjata api saat mengamankan unjuk rasa yang berujung rusuh tersebut.

“Yang perlu disampaikan bahwa aparat keamanan dalam pengamanan unjuk rasa tidak dibekali oleh peluru tajam dan senjata api,” tuturnya.

“Kita sudah sampaikan jauh-jauh hari bahwa akan ada pihak ketiga yang akan memanfaatkan situasi unras tersebut. Oleh karenanya masyarakat tidak perlu terprovokasi,” sambung Dedi Prasetyo.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginformasikan sampai saat ini sudah ada enam korban meninggal dunia akibat kerusuhan dalam aksi tolak hasil Pemilu 2019 di sekitar Jalan MH Thamrin.

Keenam korban penembakan meninggal dalam aksi 22 Mei itu tersebar di empat rumah sakit di Jakarta.

Data korban aksi 22 atau korban penembakan versi Anies Baswedan ini ia terima dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

“Jadi kira-kira ada 200 orang luka-luka per jam sembilan pagi ini, dan ada sekitar enam orang tercatat meninggal,” ujar Anies Baswedan di RS Tarakan, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti merincikan korban meninggal 1 di RS Tarakan, 2 di RS Pelni, 1 di RS Budi Kemuliaan, 1 di RS Mintoharjo, dan 1 di RSCM.

Namun, Widyastuti mengaku belum mengetahui penyebab meninggalnya keenam korban.

“Belum tahu secara pasti ya sebabnya. Sepertinya ada luka akibat benda tajam tumpul dan luka-luka lecet. Ada juga luka robek dan beberapa menembus ke pembuluh darah di paru-paru,” ungkap Widyastuti.

Ada pun korban-korban ini merupkan pendukung Paslon Capres-Cawapres 02 yang mengepung kantor Bawaslu di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, sejak kemarin siang.

Mereka melakukan aksi protes atau unjuk rasa atas hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang dianggap curang.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menegaskan, aparat keamanan yang mengamankan aksi demonstrasi kelompok yang tak puas terhadap hasil Pemilu 2019, tidak akan dibekali senjata api dan peluru tajam.

Ia mengatakan, hal itu adalah Standard Operating Procedure (SOP) pengamanan aksi massa pada masa Pemilu 2019, yang diinstruksikan langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

Hal itu disampaikan Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kemenkopolhukam, Selasa (21/5/2019).

“SOP yang dimiliki oleh TNI dan Polri perlu kami sampaikan juga. Bahwa setiap pasukan pengamanan besok atau nanti malam atau kapan pun, sudah diinstruksikan oleh Kapolri dan Panglima TNI tidak dibekali dengan peluru tajam,” tutur Iqbal.

“Saya ulangi, tidak dibekali peluru tajam. Kami pastikan. Jadi kalau besok ada penembakan dengan peluru tajam, bisa dipastikan bukan pasukan TNI dan Polri. Ada penumpang gelap,” sambung Iqbal.

 

Sumber

[ad_2]

Sumber

Populer