Connect with us

Berita

Fadli Zon Sebut Jokowi Perlu Belajar dari SBY Tangani BencanaWebsite Resmi Fadli Zon Wakil Ketua DPR RI

Fadli Zon Sebut Jokowi Perlu Belajar dari SBY Tangani Bencana

[ad_1]

Wakil Ketua DPR fraksi Partai Gerindra Fadli Zon menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu belajar pada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menangani bencana. Ia menilai Jokowi dan pemerintahannya terbilang lambat dalam menangani bencana gempa bumi yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Mestinya Presiden Joko Widodo bisa belajar dari Presiden SBY,” kata Fadli melalui siaran pers, Jumat (24/8).

Fadli memberi contoh saat Gunung Merapi meletus pada 2010 silam. Kala itu, lanjut Fadli, SBY memang tidak menetapkan status bencana nasional. Namun, SBY segera menyatakan bahwa penanganan bencana Merapi diambilalih pemerintah pusat.

Pengambilalihan oleh pemerintah pusat pun dilakukan hanya setelah 10 hari sejak bencana terjadi. Fadli mengatakan SBY kala itu sangat responsif sehingga tidak ada perdebatan di khalayak publik perihal sikap yang mesti diambil oleh pemerintah pusat.

“Karena Presiden cepat tanggap dalam ambil alih tanggung jawab, maka tak muncul perdebatan mengenai status bencana,” ungkap dia.

Fadli lantas membandingkan gerak cepat SBY dengan pemerintah saat ini dalam menangani gempa di NTB. Ia juga menyayangkan Jokowi yang baru menerbitkan instruksi presiden 3 minggu setelah bencana terjadi di NTB. Padahal, menurutnya, skala kerusakan sudah meluas akibat gmepa bumi yang terjadi secara berturut-turut.

Ia pun kecewa pemerintah pusat pada akhirnya tidak menetapkan status bencana nasional meski seharusnya sudah patut dilakukan. Fadli menilai status bencana nasional sudah semestinya ditetapkan jika menilik UU No. 24/2007, PP No. 21/2008, dan Perpres No. 17/2018.

“Penolakan pemerintah tentang status’bencana nasional, menjadi sikap yang diskriminatif terhadap korban gempa. Apalagi gempa masih terus berlangsung dan masyarakat makin traumatik,” jelas dia.

Fadli berpendapat langkah Jokowi menerbitkan instruksi presiden tidak mengobati kekecewaan warga setempat. Fadli menilai Jokowi mestinya menetapkan bencana nasional terhadap wilayah yang dilanda gempa bumi dalam beberapa hari terakhir.

Selain itu, Jokowi pun sebaiknya menyatakan secara terbuka bahwa pemerintah pusat yang mengambil alih penanganan gempa bumi di NTB. Fadli mengatakan hal itu akan membuat warga menjadi lebih tenang.

Menurutnya, warga yang terdampak gempa tidak hanya membutuhkan bantuan materiil, tetapi juga moril. Korban gempa, lanjut Fadli, tidak hanya berharap tindakan tanggap darurat yang bersifat teknis, tetapi juga psikologis.

“Status bencana nasional, adalah representasi hadirnya negara secara konkret di tengah korban. Negara di sini tentu saja pemerintah pusat, eksekutif. Masyarakat yang jadi korban gempa secara psikologis terbantu oleh jaminan negara,” katanya.

Fadli menyayangkan sikap pemerintah yang menolak menetapkan status bencana nasional. Padahal, klaim Fadli, banyak sekali aspirasi dari warga setempat agar Jokowi menetapkan bencana nasional di NTB khususnya Pulaul Lombok. Tidak sedikit pula warga luar NTB yang menyampaikan aspirasi serupa.

DPRD Provinsi NTB, kata Fadli, telah menyampaikan surat resmi kepada pemerintah agar pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional. Namun, pemerintah pusat bergeming.

“Mereka menyatakan status bencana di Lombok tak perlu menjadi bencana nasional termasuk karena bisa mengganggu sektor pariwisata. Pernyataan ini bisa menyakiti perasaan korban bencana di NTB,” ucap Fadli.

Fadli kemudian mengungkit anggaran yang dialokasikan untuk penanganan gempa di NTB. Menurut Fadli, jumlah anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat tidak jelas alias simpang siur. Padahal, lanjutnya, penanganan bencana itu telah ada regulasi yang mengatur, yakni pada UU No. 24 tahun 2007, PP No. 21 tahun 2008, serta Perpres No. 17 tahun 2018.

“Kami tak ingin penanganan bencana besar jadi amatiran begini, seolah-olah tak ada tata kelola standar,” terang dia.

 

[ad_2]

Sumber

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer