Connect with us

News

Gatot Nurmantyo di Persimpangan Koalisi Pilpres 2019

Gatot Nurmantyo di Persimpangan Koalisi Pilpres 2019

[ad_1]

Gatot Nurmantyo (Foto: Dok. Istimewa)

POLITIK – Dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden sama-sama membuka pintu bagi mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo untuk masuk tim pemenangan di pilpres 2019.

Sebelum itu, nama Gatot sempat digadang-gadang menjadi kandidat bakal calon presiden maupun wakil presiden 2019-2024. Namun, hingga penutupan pendaftaran pada 10 Agustus lalu namanya tak dipilih, baik koalisi petahana maupun oposisi.

Selepas penutupan pendaftaran itu, Gatot juga belum terlihat muncul di depan publik. Belakang para relawan Gatot menyampaikan sikap dukungan terhadap pasangan calon yang bertarung pada pemilihan presiden 2019.

Arah Politik Relawan Gatot

Suara relawan Gatot kini terbelah. Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN), salah satu relawan Gatot menyatakan dukungan pada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sementara itu, relawan Gatot yang lainnya, Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR) mendukung pasangan Joko Widodo-Maruf Amin. Usai menyatakan dukungan terhadap pasangan Jokowi-Maruf, GNR mengubah namanya menjadi Garda Nasional untuk Rakyat.

Perlu di ketahui Relawan Gatot tidak hanya RSPN dan GNR, namun ada beberapa dari kelompok Relawan atau organisasi Relawan Gatot Nurmantyo belum menentukan sikap, beberapa diantaranya adalah Relawan JAGAD, Militan Gatot, SGO, GO SAKTI, Laskar GN, GNR-RI, dan lainnya.

Agus Yusuf Ketum DPN JAGAD (Jaringan Nasional Garda Depan) kepada awak media menjelaskan, saat ini Relawan JAGAD sudah terbentuk di 34 Propinsi se-Indonesia, lengkap beserta jajaran kepengurusan di Kabupaten Kota akan segera menggelar RAKORNAS Ke-2 tentukan dukungan Pilpres 2019.

“Kami sudah koordinasikan para relawan yang telah kita bentuk di 34 propinsi se-Indonesia, dari komunikasi yang kita bangun serta dalam rangka suksesi kepemimpinan nasional kami sepakat untuk menggelar RAKORNAS ke-2 guna menentukan sikap di Pilpres 2019,” jelas Agus Yusuf Kepada awak media, Sabtu (25/08/2018).

Perlu diketahui, Relawan JAGAD bersama ratusan relawan dari berbagai penjuru provinsi menggelar Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS-1) pertama yang saat itu dihadiri pengurus relawan dari 28 provinsi se-Indonesia pada tanggal 15 april yang lalu di Alana Hotel Solo. Relawan JAGAD sudah mendeklarasikan dukungan kepada Gatot Nurmantyo sebagai Capres 2019, saat itu.

“Segera akan kami putuskan Dukungan Capres Cawapres 2019, Dalam RAKORNAS Ke-2 Bulan September 2018, sekaligus ajang Silaturahim kami para relawan, kebanyakan dari kami adalah anak muda yang melek teknologi dan yang perlu digaris bawahi 60% pemilih di Pilpres 2019 adalah kaum muda, maka dalam RAKORNAS itulah kami akan bersama sama secara rasionalitas memilih Pemimpin yang berkomitmen terhadap kepentingan rakyat dan Bangsa Indonesia, melakukan analisa, pengamatan, telaah dan tinjauan, rekam jejak untuk mengambil sebuah kesimpulan dukungan kepada salah satu pasangan Capres Cawapres 2019,” terangnya.

Pensiunan jenderal bintang empat itu hingga kini belum menyampaikan sikap, apakah masuk dalam tim pemenangan Jokowi-Maruf atau Prabowo-Sandi.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyatakan pilihan saat ini berada di tangan Gatot. Menurutnya, Gatot bakal mempertimbangkan pilihan dukungan dengan melihat sedikit ke belakang.

Ujang mengatakan Gatot dicopot menjadi Panglima TNI jauh-jauh hari sebelum masa dinasnya selesai. Ia digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto pada 8 Desember 2017. Sementara itu, dirinya baru pensiun pada 31 Maret 2018.

Ujang menilai fakta di atas bisa menjadi batu sandungan untuk Gatot merapat ke Jokowi lantaran dirinya dicopot sebelum masuk masa pensiun. Di sisi lain, kata Ujang, Prabowo, yang juga berasal dari matra darat, bisa menjadi daya tarik Gatot.

“Kembali ke Pak Gatot apakah memang mau bergabung dengan incumbent yang pernah mengganti dirinya atau memang berjuang bersama-sama barisan partai oposisi,” kata Ujang, Sabtu (25/8).

Gatot menjadi orang nomor satu di tubuh militer selama lebih dari dua tahun. Ia diangkat Jokowi pada Juli 2015. Sebelum menjadi Panglima TNI, Gatot mengemban tugas sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, yang dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Gatot merupakan lulusan akademi militer 1982. Selepas pensiun, Gatot memiliki keinginan terjun ke dunia politik lantaran dirinya telah kembali menjadi warga sipil, yang memiliki hak dipilih dan memilih. Bahkan beberapa hari setelah resmi pensiun, ia menyatakan siap untuk menjadi presiden bila rakyat menghendaki.

Ujang menilai jika melihat kepentingan politik jangka panjang, maka Gatot tentu akan memilih merapat ke tim pemenangan Jokowi-Maruf lantaran memiliki peluang yang cukup besar untuk menang pada Pilpres 2019.

Menurutnya, setelah resmi menjadi warga sipil, Gatot tentu ingin berkecimpung dalam kancah politik nasional.

“Bahwa setelah pensiun juga tentu ingin memiliki tempat terhormat dalam panggung politik nasional. Salah satu caranya bergabung dengan incumbent,” ujarnya.

Karier Politik Nasional Gatot

Senada dengan Ujang, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar menyebut Gatot akan memikirkan karir politiknya di masa depan sebelum memilih bergabung dengan salah satu pasangan calon yang memperebutkan kursi R1.

Idil menilai pertimbangan karier politik di kancah nasional menjadi salah satu hal yang membuat Gatot bakal condong memilih pasangan Jokowi-Maruf, yang dinilai bisa mengungguli pasangan Prabowo-Sandi.

Apalagi, dalam survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, tingkat keterpilihan atau elektabilitas pasangan Jokowi-Maruf itu mencapai 52,2 persen, sementara Prabowo-Sandi hanya 29,5 persen.

“Dalam konteks itu saya kira memang Pak Gatot kemungkinan lebih memilih Jokowi-Maruf,” kata Idil kepada media dihubungi terpisah.

“Tapi ini kan masih dinamis, karena sampai terakhir kemarin saya dapat informasi, Gatot masih belum bisa menentukan mana yang akan dia pilih,” ujar Idil menambahkan.

Idul mengatakan meskipun Gatot dipilih sebagai Panglima TNI oleh Jokowi, namun persoalan itu tak bisa dijadikan alasan untuk bergabung ke koalisi Jokowi-Maruf. Menurutnya, pilihan Gatot ini penuh dengan pertimbangan karier politiknya di kancah nasional.

Sejumlah pensiunan jenderal akan memilih terjun ke dunia politik. Mereka antara lain, SBY, Prabowo, Wiranto, Sutiyoso, Luhut Panjaitan, Hendropriyono, Djoko Santoso, Tedjo Edhy Purdijatno, dan sejumlah pensiunan jenderal lainnya.

Idil pun mengamini faktor Ketua MUI sekaligus Rais Aam PBNU Maruf Amin, yang menjadi pendamping Jokowi, bisa menarik Gatot untuk berada dalam barisan koalisi pemerintah. Menurutnya, Gatot pun cukup dikenal baik oleh kelompok Islam selama ini.

“Saya kira itu jadi salah satu pertimbangan karena sejauh ini Gatot cukup dikenal dekat dengan kelompok Islam,” tuturnya.

Elektabilitas dan Logistik Gatot

Idil menilai ada beberapa kelebihan Gatot sehingga masing-masing kubu, baik Jokowi-Maruf ataupun Prabowo-Sandi, masih membuka pintu untuk pensiunan jenderal TNI AD itu bergabung.

Pertama, kata Idil, Gatot memiliki elektabilitas yang cukup tinggi dari hasil survei beberapa waktu lalu sebelum pendaftaran Pilpres 2019.

Elektabilitas Gatot pun menjadi salah satu yang tinggi dari beberapa tokoh lain yang ikut disurvei.

“Itu menurut saya satu pertimbangan yang sangat strategis kenapa Gatot diambil,” kata Idil.

Kemudian yang kedua, menurut Idil, Gatot memiliki kekuatan finansial yang patut diperhitungkan. Berdasarkan pengakuan Gatot, dirinya juga memiliki hubungan dekat dengan taipan Tomy Winata.

Kedekatan Gatot itu yang memunculkan spekulasi bahwa Tomy bakal menyokong dana Gatot bila maju pada Pilpres 2019.

“Jadi ketika Gatot masuk di salah satu pasangan calon dan itu cukup membantu untuk kepentingan logistik,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Idil, pengalaman Gatot sebagai mantan Panglima TNI juga diperlukan untuk memperkuat tim pemenangan, baik itu pasangan Jokowi-Maruf atau Prabowo-Sandi.

Pengalaman sebagai orang nomor satu di militer ini membuat Gatot bakal terus dilobi agar mau menjadi bagian dari masing-masing pasangan calon. Terlebih lagi Gatot belum lama pensiun dari dunia militer.

“Karena di dalam militer terutama dia cukup baik ya, untuk pengaruhnya,” kata Idil. (rel)

BOLA — Kapten Timnas U-23, Hansamu Yama tidak terima dengan kekalahan timnya atas Timnas Arab Saudi laga 16 besar…

PARIAMAN – Satpol PP Kota Pariaman memberikan pembekalan dan sosialisasi pengetahuan Perda serta kenakalan remaja untuk…

PASAMAN BARAT – Fahri, bocah umur 8 tahun yang dilaporkan hilang sejak Selasa (14/8/2018) sore, masih belum ditemukan…

POLITIK – Jokowi-Maruf Amin sudah punya lawan. Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra…

POLITIK – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menerima Tanda…

(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/id_ID/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=1208534375853801”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer