Connect with us

News

Masyarakat mulai bosan, TdS 2019 butuh penyegaran

Masyarakat mulai bosan, TdS 2019 butuh penyegaran

[ad_1]

Padang, (ANTARA) – Ajang balap sepeda internasional kategori 2.2, Tour de Singkarak (TdS) yang akan memasuki “usia” 11 tahun pada 2019 agaknya sudah membutuhkan penyegaran agar manfaatnya untuk daerah terutama untuk menarik datangnya wisatawan, tidak hanya sekadar harapan tetapi benar-benar dirasakan dan bisa terukur.

TdS saat “kelahirannya” pada 2009 memang ditujukan untuk dua hal. Selain balapan sepeda bergengsi, ajang itu juga dimaksudkan untuk memperkenalkan dan mempromosikan pariwisata Sumatera Barat (Sumbar) ke dunia internasional.

Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, begitulah kira-kira filosofinya. Kabupaten dan kota di provinsi itu sangat bersemangat menjadi lokasi start atau finish dan berlomba-lomba menonjolkan potensi seni budaya dan keindahan daerah.

Harapan itu, semakin mekar saat Menteri Pariwisata Arief Yahya pada TdS 2015 menyebut ajang itu mampu menjaring 550.000 penonton di seluruh dunia dan mencatatkan diri sebagai peringkat kelima dunia dalam hal jumlah penonton pada ajang balap sepeda.

Penontonnya hanya kalah dari Tour de France (Prancis) yakni 12 juta penonton, Giro d’Italia (Italia) 8 juta orang, Vuelta a Espana (Spanyol) 5 juta orang, Santos Tour Down Under (Australia) 750.000 orang.

Hal itu tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi pemerintah daerah dan masyarakat Ranah Minang. Setidaknya, 550.000 orang itu telah mengetahui bahwa pada satu titik di dunia, di Indonesia, ada satu daerah bernama Sumatera Barat yang memiliki keindahan alam luar biasa dan seni budaya yang memikat.

Muaranya jelas, kunjungan wisatawan ke Sumbar terus meningkat sehingga manfaatnya secara ekonomi bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang pariwisata berkembang, hotel dan penginapan bertambah, tenaga kerja terserap dan roda perekonomian bergerak makin mantap.

Data Dinas Pariwisata setempat, jumlah wisatawan terus meningkat setiap tahun. Pada 2017 tercatat 7,6 juta wisatawan mengunjungi Sumbar dan naik menjadi sekitar 8,2 juta pada 2018. Pada 2019 ditargetkan 8,6 juta orang bisa datang dengan rincian 8,5 juta wisatawan nusantara dan 100 ribu wisatawan asing.

Namun seberapa besar kontribusi Tour de Singkarak atas kenaikan jumlah wisatawan itu belum bisa diukur. Sementara sejumlah kekurangan dalam rentang sepuluh kali pelaksanaan mulai menjadi sorotan.

Pakar komunikasi Unand DR Emeraldi Chatra mengatakan “pesan” yang diterima oleh masyarakat Sumbar saat ini terkait pelaksanaan TdS saat ini belum benar-benar positif, terutama karena banyaknya terjadi kemacetan pada jalur yang dilewati pebalap.

Antusiasme yang muncul saat awal-awal TdS digelar mulai tergerus oleh fakta yang ditemui maupun informasi yang beredar di media sosial tentang kemacetan akibat even itu.

Saat ini dalam benak masyarakat “image” TdS itu makin bergeser dari even kebanggaan daerah menjadi kegiatan yang membuat pengalihan arus, penutupan jalan dan kemacetan.

“Image” itu tidak boleh dibiarkan dan harus diantisipasi agar TdS sebagai salah satu ajang yang dibanggakan daerah tidak “punah”.

Pandangan yang kurang positif itu tidak hanya menjangkiti masyarakat, tetapi juga pemerintah daerah. Kabupaten dan kota di Sumbar juga mulai tidak terlalu bersemangat dengan TdS, terbukti tidak semua daerah yang menganggarkan dana pelaksanaannya dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) murni, hingga Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mencak-mencak.

Ia menilai TdS adalah harga diri Sumbar dan harus dipertahankan, tidak boleh sampai terhenti meski sejak 2018 hampir seluruh anggaran dibebankan pada daerah.

Bagaimanapun fenomena lesunya dukungan terhadap TdS itu harus diterima sebagai sebuah tantangan, alih-alih kendala, bagi Pemerintah Provinsi Sumbar untuk “menyelamatkan” TdS.

Inovasi dan kreatifitas harus dikedepankan. Sesuatu yang baru harus dimunculkan supaya masyarakat kembali antusias dan mendukung TdS.

Salah satu kebaruan yang kemungkinan diusung dalam TdS 2019 adalah rute balapan yang tidak hanya berada di Sumbar, tetapi dikembangkan ke provinsi tetangga, Jambi.

Kesepakatan antara Sumbar dan Jambi tentang pelaksanaan itu telah tercapai dan diharapkan pada TdS 2019 sudah ada dua daerah di Jambi yang ikut menjadi tuan rumah, yaitu Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.

Apalagi menurut Gubernur Jambi Fachrori Umar Kerinci dan Sungai Penuh juga mengandalkan sektor pariwisata sebagai potensi pengembangan ekonomi daerah, sehingga memiliki kesamaan dengan sebagian besar wilayah Sumbar yang dilalui pebalap TdS.

Ia berharap keikutsertaan dua daerah itu berdampak positif terhadap pengembangan pariwisata dan perekonomian masyarakat setempat.

Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Oni Yulfian menilai masuknya dua daerah dari Jambi dalam TdS 2019 harus dijadikan sebuah momentum untuk menyegarkan pelaksanaan TdS.

Selain rute itu nanti juga diharapkan ada juga konsep-konsep baru yang muncul terkait kegiatan pendukung TdS di masing-masing daerah.

Bahkan mungkin dalam perjalanannya akan ada solusi terhadap mekanisme buka tutup jalan untuk pebalap sehingga tidak mengganggu aktivitas masyarakat.

Ia mengakui sejak even itu diserahkan sepenuhnya kepada daerah, cukup banyak tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah promosi pada media internasional.

Pada 2015, Kementerian Pariwisata menyebut menggelontorkan hingga Rp10 miliar untuk promosi TdS pada saluran televisi di berbagai negara di dunia. Hasilnya segera terlihat dengan jumlah penonton yang menduduki peringkat lima terbanyak di dunia untuk balap sepeda.

Pada TdS 2018, anggaran hampir seluruhnya dibebankan pada APBD provinsi dan kabupaten/kota sehingga promosi yang jor-joran itu sulit dilaksanakan.

Sebagai perbandingan anggaran yang disediakan dalam APBD Sumbar 2018 mencapai Rp8 miliar. Jumlah itu masih lebih sedikit dari anggaran promosi TdS saat masih dikelola pusat.

Meski demikian, pelaksanaannya pada 2018 tergolong sukses sehingga UCI memberikan penilaian positif. Bahkan organisasi itu mendorong agar kelas TdS bisa dinaikkan dari 2.2 menjadi 2.1 karena dinilai sudah layak.

Merujuk data TdS sejak 2009 hingga 2018, sebenarnya penyegaran itu sudah mulai terjadi, terutama dalam hal patahnya dominasi pebalap Iran dalam ajang itu.

Sejak dimulai 2009 hingga pelaksanaan ke-10 pada 2018, pebalap Iran terlihat sangat mendominasi dengan delapan kali menjadi kampiun. Bahkan jika melihat tim, pebalap Spanyol yang menang pada 2012 yaitu Óscar Pujol juga berasal dari Azad University Cross Team Iran.

Namun pada 2018, semua dipatahkan oleh pebalap dari Australia Jesse Ewart yang tergabung dalam Team Sapura Cycling. Mungkinkah juara baru dan rute baru itu akan bisa menjadi momentum untuk TdS yang “baru” pula? Yang lebih segar dan mendapat dukungan dari semua pihak? Itu patut ditunggu pada 2-10 Nofember 2019. (*)

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘491803547646366’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘558190404243031’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));
(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=558190404243031”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer