Connect with us

News

Membunuh Makna Radikalisme – Minangkabaunews

Membunuh Makna Radikalisme - Minangkabaunews

[ad_1]

Kamis, 14 November 2019 – 17:39:11 WIB – 109

Sukma, Mahasiswa S1 Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas.

Oleh: Sukma

Beberapa waktu belakangan ini publik dibuat heboh melalui pernyataan dari Menteri agama baru, Jenderal Purn. Fakhrur Razi. Banyak pernyataan beliau yang menjadi perbincangan masyarakat, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Sebut saja pernyataannya yang ingin meluruskan kembali pemahaman ustadz kondang seperti Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Adi Hidayat, pelarangan menggunakan kata kafir bagi orang non muslim, hingga yang paling heboh adalah keinginannya yang akan melarang pengguna cadar dan celana cingkrang untuk ASN di seluruh Indonesia. Alasannya karena ingin mencegah radikalisme masuk ke dalam instansi pemerintahan.

Istilah radikalisme sendiri sering digunakan di Indonesia beberapa waktu belakangan ini untuk menggambarkan pemikiran para pelaku teror. Penggunaan istilah tersebut hanya diidentikan untuk golongan agama islam saja, sedangkan untuk pelaku teror yang bukan muslim tidak disandangkan gelar serupa. Pernyataan tersebut semakin diperjelas oleh menteri agama yang melarang cadar dan celana cingkrang di Instansi pemerintah untuk mencegah radikalisme. Sekilas pernyataan tersebut terlalu sempit sebenarnya. Karena radikalisme tidak tergambar dari simbol pakaian, melainkan dari pemikiran, tindakan, dan prilaku seseorang. Sementara pakaian yang dipakai merupakan hak pribadi seseorang yang tidak dapat diganggu oleh siapapun. Apalagi di era ini penggunaan cadar dan celana cingkrang tak semata hanya untuk pengamalan agama saja, tetapi juga suatu fashion yang banyak berkembang di kalangan anak muda era modern ini.

Selain untuk menggambarkan pemikiran pelaku terror, istilah radikal juga diidentikkan bagi mereka yang ingin merubah ideologi pancasila menjadi ideology khilafah, walaupun gerakan tersebut masih abu-abu dan lebih disandingkan dengan para pelaku terror, namun gaung isu khilafah dan radikalisme sangat sering kita dengarkan saat ini. Radikalisme diidentikan sebagai ideologi khilafah. Sebuah penggunaan istilah yang jauh dari makna radikalisme itu sendiri. Perbuatan destruktif yang mengatasnamakan agama di sandangkan istilah radikal.

Para ulama pendiri Negara kita telah bersepakat bahwa Negara ini berdasarkan kepada pancasila yang pada sila pertama merujuk pada paham ketuhanan. Yang paling urgen diinginkan sila tersebut adalah pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menerapkan nilai-nilai keagamaan itu sendiri. Menjadikan agama sebagai pengatur etika dan moral serta alat untuk mengatasi disintegrasi moral yang marak terjadi saat ini. Ulama kita mengingin Negara ini tegak dalam spirit mencapai tujuan substansial Negara islam itu sendiri yaitu tegaknya keadilan, ketentraman dan juga keadilan sosial seperti yang pernah diutarakan oleh Wasekjen MUI, KH. Zaitun rasmin.

Persoalan mendasarnya penggunaan istilah radikalisme di Indonesia adalah, Negara kita tidak memiliki terminology yang baku tentang apa itu radikalisme. Negara juga tidak memiliki instrument yang jelas untuk mengidentifikasi gerakan seperti apa yang tergolong radikal serta nilai atau tolak ukur yang valid tentang perbuatan dan tindakan seperti apa yang termasuk ke dalam radikalisme. Tidak adanya terminology baku, instrument dan tolak ukur yang jelas mendorong munculnya pernyataan yang tidak tentu arah seperti mengidentikkan radikalisme melalui pakaian, gerakan, atau isu Negara islam atau khilafah yang marak disebut belakangan ini. Hal tersebut juga dapat meniimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat karena pemahaman tentang radikalisme yang masih bias.

Radikalisme secara historis muncul pada abad ke 18 ketika terjadi revolusi Prancis, kata radikal ditujukan bagi mereka yang anti monarkhi dan mendukung status quo. Sedangkan di Amerika di awal abad ke 20, radikal ditujukan bagi para aktivis yang anti perbudakan. Sejarah mencatat, radikal diidentikkan bagi mereka yang mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Secara makna kata, radikal menurut KKBI adalah secara mendasar hingga kepada hal yang prinsip, amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), dan maju dalam berpikir dan bertindak. Sedangkan menurut The concise oxford dictionary (1987) istilah radikal berasal dari bahasa latin radix atau radici berarti akar, sumber, asal-mula. Secara lebih luas bisa mengacu pada makna hal mendasar, prinsip-prinsip fundamental, pokok soal, dan esensial atas bermacam gejala, atau juga bermakna tidak biasanya.

Sifat kata radikal sebenarnya adalah netral, bisa mengacu pada hal positif dan juga negative, tergantung pola pemikiran orang-orangnya. Namun belakangan, penggunaan istilah radikal yang sejatinya positif progressif mendorong perubahan berubah menjadi negative yang reaksioner di Indonesia. Pemilik pemikiran radikal dimaknai sebagai embrio terorisme. Seolah istilah radikal dan terorisme memiliki makna yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain, yaitu para terorisme adalah pemilik pemikiran yang radikal terhadap bangsa dan Negara. Padahal para filsuf adalah pemilik pemikiran radikal sebenarnya. Merekalah yang mengkaji segala sesuatu hingga ke akar-akarnya, secara mendetail dan mendasar untuk merunutkan suatu kajiannya.

Penggunaan istilah radikal yang hanya merujuk pada pelaku terorisme inilah yang membunuh makna radikal itu sendiri. sehingga orang awam tak berani lagi mengatakan bahwa mereka adalah orang yang radikal dalam menggali suatu ilmu pengetahuan. Kata radikal saat ini hanyalah milik mereka yang memiliki pemikiran menyimpang. Penggunaan istilah radikal yang merujuk pada suatu proses pemikiran yang ekstrim, mendasar hingga ke akarnya dan fundamental atas suatu fenomena yang terjadi dengan tujuan perubahan ke arah yang lebih baik telah terganti menjadi istilah radikal yang merujuk pada pemikiran ekstrim yang membahayakan keutuhan Negara. Inilah proses yang terjadi yang membunuh makna kata radikal. (*)

/* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Andalas

Editor/Sumber: Ikhlas Bakri

Tag: kosmo,opini,padang,sumatra-barat

MUI Sumbar Dukung Seruan Tak Gunakan Salam Semua Agama, Ini Kata Buya Gusrizal Gazahar

MUI Sumbar Dukung Seruan Tak Gunakan Salam Semua Agama, Ini Kata Buya Gusrizal Gazahar

PADANG — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Gusrizal mendukung seruan dan himbauan MUI Jatim agar umat Islam terutama…

Yuk, Raih Keberkahan Melimpah di Hari Bahagia Nasional 11.11

Yuk, Raih Keberkahan Melimpah di Hari Bahagia Nasional 11.11

Meriahkan HKN 2019, Aisyiyah Gelar Edukasi Pangan Sehat Bergizi di Padang

Meriahkan HKN 2019, Aisyiyah Gelar Edukasi Pangan Sehat Bergizi di Padang

Siswa SMKN 1 Sutera Pessel Terpilih Jadi Duta Karakter Bangsa

Siswa SMKN 1 Sutera Pessel Terpilih Jadi Duta Karakter Bangsa

PESISIR SELATAN — Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat dibawah pimpinan Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat,…

Tindak Lanjuti Laporan Masyarakat, Polres Pessel Tertibkan Tambang Batu Ilegal

Tindak Lanjuti Laporan Masyarakat, Polres Pessel Tertibkan Tambang Batu Ilegal

PESISIR SELATAN — Kepolisian Resor Pesisir Selatan menertibkan penambang batu atau galian C di Kenagarian Lakitan…

(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/id_ID/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=1208534375853801”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer