Connect with us

News

Menguak prostitusi daring di Padang, Menebak arah hati Andre Rosiade

Menguak prostitusi daring di Padang, Menebak arah hati Andre Rosiade

[ad_1]

Jakarta (ANTARA) –


“Kita hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari.”

Ini adalah sebuah kalimat yang mungkin pernah kita baca dalam tulisan yang mengenang sosok Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama H. Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa dikenal publik dengan nama pena ‘Hamka’.

Kisahnya, ada seseorang pernah mendatangi Hamka.

Ia bilang kalau pelacur di Arab itu memakai cadar dan hijab. Mungkin karena Hamka seorang pemuka agama, mungkin diduga reaksinya akan marah.
Namun, ternyata Hamka tak marah. Ia malah menjawab pernyataan tadi secara tak terduga.

“Oh ya? Saya barusan dari Los Angeles dan New York, Masya Allah, ternyata di sana tidak ada pelacur,” kata dia.

Orang yang mendatangi Hamka pun tak percaya. “Ah, mana mungkin Buya,” ucap orang itu.

Maka keluarlah kalimat pamungkas dari Hamka, bahwa manusia hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang hatinya ingin cari.

Meskipun tempatnya suci, tapi yang diburu oleh hati adalah hal-hal yang kotor, maka setan dari golongan jin dan manusia akan berusaha membantu untuk mendapatkan apa yang dicari.

Namun sebaliknya, apabila perjalanan dilakukan dengan hati selalu bersih, maka ia akan menghindari perbuatan tercela tersebut meski sudah berada di depan mata.

Pekerja seks komersial (PSK), termasuk penjaja prostitusi daring, tidaklah ideal bagi negara yang menganut kepercayaan multi-agama seperti Indonesia. Perbuatan itu haram di mata agama manapun, dan tercela pula di mata manusia.

Jadi, tidak hanya di Padang, namun juga di seluruh Indonesia semestinya perbuatan tercela itu ditindak dengan tegas.

Anggota DPR RI dari fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, termasuk yang ingin konsekuen memberantas praktik prostitusi yang semakin marak dan mungkin hampir dianggap sebuah kasus biasa saja oleh para generasi milenial Indonesia.

Namun, cara dia melakukan pembuktian dengan penggerebekan pada Minggu (26/1/2020) membuat anggota DPR RI dari fraksi PKS Mardani Ali Sera kembali teringat kalimat pamungkas Hamka di atas.

Andre memang berhasil membuktikan ada praktik prostitusi daring di Indonesia khususnya di Padang, Sumatera Barat, kota kelahirannya.

Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa dia juga yang memesan jasa wanita diduga PSK berinisial NN (26) lewat aplikasi ponsel pintar milik rekannya?

Menurut keterangan Kabid Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Polisi Stefanus Satake Bayu Setianto, setelah terjadi kesepakatan harga dan lokasi pertemuan, Andre kemudian menghubungi Polda Sumbar untuk melakukan penggeledahan di hotel yang sudah ditentukan.

Petugas yang diterjunkan pun langsung menangkap NN beserta satu orang muncikari berinisial AS (24) di lokasi pada Minggu (26/1) sekitar pukul 14.30 WIB.

“Petugas yang menggeledah langsung mengamankan NN dan muncikari serta barang bukti berupa uang sebesar Rp800 ribu,” ungkap Kombes Pol Bayu di Padang, Sumatera Barat.

Kendati ditangkap, Polda Sumbar menangguhkan penahanan setelah adanya permohonan dari pihak keluarga dan kuasa hukumnya.

NN pun kini sudah pulang dijemput keluarganya dan dikenakan wajib lapor dua kali dalam satu minggu.

Darurat prostitusi daring

Motif Andre menjebak NN kabarnya karena ia gusar dengan prostitusi daring di Sumatera Barat.

Motif itu sebetulnya bisa jadi terpuji mengingat rata-rata anak-anak di bawah umur terancam menjadi korban dari praktik prostitusi generasi baru itu.

Mereka adalah anak-anak putus sekolah yang diimingi pekerjaan dan penghasilan.

Sejumlah kasus prostitusi daring yang pernah terkuak salah satunya di Apartemen Kalibata City Jakarta Selatan pada 29 Januari 2020.

Berawal dari laporan warga terkait orang hilang yang diterima oleh Polres Metro Depok pada 23 Januari 2020, tim pun melakukan melakukan pencarian terhadap orang hilang, berdasarkan informasi dan bukti-bukti, korban orang hilang berada di Apartemen Kalibata City.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, petugas lantas melakukan penggerebekan di lokasi. Ternyata benar orang yang dilaporkan hilang tersebut berada di Apartemen Kalibata City bersama tiga korban praktik prostitusi dan eksploitasi anak lainnya yang masih di bawah umur.

Polisi menyebutkan, anak-anak di bawah umur tersebut diperdagangkan untuk melayani pria hidung belang dengan cara mengiklankan mereka menggunakan aplikasi “Michat” dan “Wechat”.

Para korban tersebut dibayar dengan tarif berkisar antara Rp350 ribu hingga Rp900 ribu per orang. Dari jumlah yang didapatkan para korban disetor kepada pelaku sebesar Rp100 ribu, lalu Rp50 ribu untuk joki dan sewa apartemen per hari Rp350 ribu.

Tentu dapat dibayangkan, apabila masyarakat tidak melaporkan adanya orang hilang, tentu kasus prostitusi seperti ini akan sulit terkuak.

Tindakan Andre Rosiade menjebak NN untuk menangkap AS bisa dikategorikan sebagai laporan masyarakat yang menguntungkan juga.

Hanya saja, karena status Andre seorang politisi yang duduk di DPR RI, maka kasus ini dicurigai motifnya secara politik.

Apalagi menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2020, Kepala Daerah akan berganti termasuk Sumatera Barat.

Tindakan Andre sebetulnya tidak menjadi soal apabila dia menguaknya di Komisi yang tepat di DPR RI.

Sebagai anggota Dewan, Andre bisa menggunakan hak interpelasinya untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait maraknya prostitusi daring saat ini.

Itu andaikan Andre menjadi anggota Komisi I, II, atau III. Tapi, Andre ini kan sekarang duduk di Komisi VI DPR RI. Makanya, ada yang mencurigai ini berhubungan dengan pelanggaran etika politik anggota Dewan.

Enggan komentar

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad enggan berkomentar terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR-RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade.

“Saya enggak berkomentar soal… apa namanya… pelanggaran etika. Karena hal itu kan diatur sendiri baik melalui Undang-Undang MPR/DPR/DPD/DPRD (UU MD3) maupun tata beracara di Majelis Kehormatan DPR RI (MKD),” ujar Dasco di Jakarta, Rabu malam.

Ia mempersilakan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk melaporkan dugaan pelanggaran etika tersebut. Karena secara prosedur, pelaporan itu sudah diatur oleh MKD.

“Nanti biar MKD saja yang memutuskan apakah ini bisa ditindaklanjuti atau tidak ditindaklanjuti. Saya tidak mau berkomentar lebih banyak,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Menurut Dasco, setiap warga negara memiliki hak untuk melaporkan wakil rakyatnya, termasuk mengenai kasus yang menyeret Andre Rosiade.

“Kalau untuk masalah Andre Rosiade saya pikir semua warga negara kan itu memang berhak melakukan langkah-langkah terhadap statement pejabat seperti anggota DPR dan sudah ada juga saluran resminya yang diatur dengan Undang-Undang MD3,” ucap dia mengelak.

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘491803547646366’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘558190404243031’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));
(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=558190404243031”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer