Connect with us

News

Merawat aset sejarah, Dharmasraya menuju destinasi unggulan

Merawat aset sejarah, Dharmasraya menuju destinasi unggulan

[ad_1]

Padang (ANTARA) – Aset sejarah peninggalan kerajaan masa lampau merupakan modal bagi suatu daerah. Aset yang sarat nilai peradaban itu menjadi daya dorong daerah untuk berkembang dan maju. Aset yang ada manakala tetap dirawat secara tepat, sangat mungkin mengantarkan daerah menjadi destinasi wisata sejarah andalan di masa mendatang.

Hal itu pulalah yang kini mulai digarap Dharmasraya, sebagai salah satu daerah otonom di Sumatera Barat, yang dibelah aliran sungai Batanghari. Keseriusan dalam merawat atau pelestarian aset sejarah masa kerajaan Dharmasraya tempo dulu dalam bentuk candi makin diperlihatkan. Begitu juga upaya menelusuri dan menyibak alur sejarah pra kolonial Belanda tersebut.

Pintu masuk untuk mengekspor melalui Festival Pamalayu yang telah ditabuh pada 22 Agustus 2019 di museum nasional. Beragam rangkaian kegiatan budaya ditampilkan dalam even itu, termasuk mengilustrasikan Ekspedisi Arung Pamalayu dengan karnaval perahu yang penuh hiasan di aliran sungai Batanghari pada momentum peringatan Hari Kemaritiman.

Aset yang bernilai tinggi itu, punya korelasi dengan Batanghari sebagai jalur perdagangan masa lalu. Namun, belum terungkap dan masih kurang diketahui oleh publik secara luas dewasa ini.

Sementara aset potensial yang titik hamparannya di kawasan pinggiran aliran sungai Batanghari ini, cukup menjanjikan dan harapan baru bagi Dharmasraya menjadi menjadi destinasi pada masa mendatang.

Kini serpihan situs-situs dan tapak-tapak candi yang masih ada terdapat di tiga kawasan, yakni situs candi Padang Roco, Situs Candi Pulau Sawah dan Awang Maombiak. Sedangkan catatan sejarah masa kejayaan tempo dulu juga mulai disibak oleh sejarawan.

Pengunjung terlihat dengan di kawasan Rumah Gadang RajaPulau Punjung, yang merupakan salah satu kerajaan yang ada di Kabupaten Dharmasaya, Provinsi Sumatera Barat. (Antara/Siri Antoni)


Daerah yang berpendudukan sekitar 240 ribu jiwa itu, juga ada peninggalan kerajaan-kerajaan yang masih memiliki generasi penerus dan sejumlah peninggalan serta rumah gadangnya. Kerajaan Pulau Punjung, Kerajaan Siguntur, Kerajaan Padang Laweh dan Kerajaan Koto Besar. Akses cukup lancar karena infrastruktur jalan sudah beraspal.

Tentu bukan suatu mimpi,Dharmasraya ingin menuju tumpuan wisata sejarah dan budaya di wilayah Sumatra. Meskipun sebagai daerah diketahui daerah otonom baru berusia 16 tahun tepat pada 7 Januari 2020, sejak dimekarkan dari Kabupaten Sijunjung.

Pemekaran Kabupaten Dharmasraya berdasar UU No.38 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat yang diresmikan oleh Gubernur Sumbar atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 7 Januari 2004.

Kendati sangat mungkin menjadi destinasi andalan karena modal sudah ada. Apabila pelestarian dilakukan secara maksimal maka dapat menjadi kenyataan dan mendorong daerah itu berkembang dan maju. Hanya menunggu waktu.

Peneliti atau arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, Riau dan Kepri Teguh Hidayat pada workshop Heritage Dharmasraya mengatakan, selama puluhan tahun BPCB bekerja sendiri dalam pelestarian peninggalan masa lalu, khususnya konsentrasi terhadap peninggalan sejarah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.

“Setidaknya lima tahun belakangan difokuskan penggalian kembali Pulau Sawah, karena potensinya kalau dilihat sangat tinggi sekali untuk dikembangkan,” ungkapnya.

Menurut dia, kawasan situs Pulau Sawah, Padang Roco dan Awang Maombiek bisa jadi satu kawasan dan dikembangkan menjadi destinasi wisata Dharmasraya. Jadi, bukan tak mungkin Dharmasraya akan menjadi destinasi unggulan dan tumpuan wisata sejarah dan budaya khususnya di Sumatra. Tentu kembali kepada kemauan pemerintah daerah berserta dukungan elemen masyarakat, apakah akan dikembangkan dan kemudian dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Sebab, dari sisi ekonomi tentu dengan mengoptimalkan pengembangan sektor pariwisata sejarah ini. Masyarakat juga mesti didorong untuk menangkap peluang itu. Aspek akademik sangat mungkin, karena bila aset sejarah baik dalam bentuk benda maupun non benda dapat menjadi kajian bagi para sejarawan atau ilmuan.

Ia mengatakan, seperti di kawasan Awang Maombiak masih terus dilakukan penggalian karena masih dideteksi masih banyak candi-candi. Kondisinya hanya dalam bentuk tumpukan bata, tapi bagi orang biasa tentu tidak menarik. Namun, bagi kalangan ilmuwan tentulah sesuatu hal menarik kawasan candi tersebut sebagai obyek penelitian.

Sedangakan di sisi sosial budaya juga dapat dikembangkan banyak nilai-nilai dalam peradaban masa lalu itu, sehingga tinggal bagaimana sekarang keinginan bersama.

Menurut dia, sejak beberapa tahun belakang, kepedulian Pemerintah Kabupaten Dharmasraya makin terlihat dan turut terlibat dalam merawat dan pelestarian aset sejarah tersebut.Justru itu, pihaknya berupaya kembali untuk menemukenali peninggalan nenek moyang yang sekian ratusan tahun terlupakan. Kini dilakukan untuk meluruskan sebagai bukti. Disamping itu, bagian dari upaya mata rantai sejarah Sumatera Barat yang hilang.

Kerajaan Dharmasraya itu muncul pertama kali, kata Teguh, dapat dilihat pada peninggalan berupa prasasti Arca Amogaphasa pada 1208 Saka atau pada 1286 Masehi. Prasasti ini sebagai salah satu bukti autentik ditemukan Pamalayu Dharmasraya. Patung Amogaphasa merupakan hadiah dari raja Singhasari kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di Dharmasraya ketika itu.

Jadi, dari sudut arkeologi, kata Teguh, sesuatu yang disebut dengan cagar budaya setelah melalui proses, termasuk di kawasan DAS Batanghari.

“Keinginan kita untuk mengembangkan yang di Dharmasraya, terutama fokus pada peninggalan-peninggalan kepurbakalaan di kawasan DAS Batanghari berupa candi,” ujarnya.

Situs Candi Padang Roco, di Jorong Sungai Lansat, Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Luas kompleks Candi Padang Roco yang sudah dipagar mencapai 4.475 meter persegi, terdapat tiga situs. (Antara/Siri Antoni)


Tentu bukan sekadar menemukan, lalu dibiarkan dan hancur, hendaknya jangan terjadi seperti itu. Karena yang ditemukan sekarang hanya serpihan-serpihan atau runtuhan-runtuhan.”Kalau bukan kita siapa lagi sekarang. Kita ingin merangkai puncak Pamalayu di Sumatera Barat,”katanya.

Sebab, sejarah kerajaan Dharmasraya kalau dirangkai dalam satu kesatuan sejarah bukan konteks lokal saja tetapi nasional. Maka hal ini sangat potensial untuk dikembangkan dan semoga menjadi kebanggaan bersama nantinya.

Membangun Museum

Selama ini banyak orang mengenal Dharmasraya daerah pemekaran yang kaya potensinya di sektor pertanian dan perkebunan. Ada pula yang beranggapan jauh dari ibukota provinsi (Kota Padang, red). Pandangan itu dulunya memang tak bisa pula disangkal, kenyataan memang demikian.Jalur darat Padang-Dharmasraya bisa ditempuh 5-6 jam dalam kecepatan kendaraan normal. Tapi kalau pakai mobil Patwal atau vorider bisa sekitar 3,5 hingga 4 jam.

Namun, kini dan ke depan akan berbeda persepsi. Dharmasraya sudah dekat jarak transportasi dari ibukota negara (Jakarta, red). Bagitu juga dengan kota-kota besar di Sumatra. Jika ke Jakarta, situasi hanya dalam tempo waktu sekitar 3 jam dariDharmasraya- Bandara Soetta via Bandara Muaro Bungo, Provinsi Jambi, sudah sampai. Setidaknya hal ini makin membuka jalan Dharmasraya sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya masa depan. Keseriusan dan kemauan politik kepala daerah kian terlihat.

Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan sedang memberi sambutan pada peluncuran Festival Pamalayu di Museum, di Jakarta, Kamis. (Ist)


Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan menyatakan, sudah menyiapkan grand design pembangunan museum di kawasan situs peninggalan sejarah itu.

“Insyaallah, kita sudah membuat perencanaan untuk bangun museum kerajaan Dharmasraya yang refresentatif, semoga pada 2020 sudah bisa dimulai,” kata bupati muda itu.

Jadi, setelah adanya museum nantinya, bisa menjadi tempat untuk peninggalan sejarah baik dalam bentuk benda maupun non benda. Selain itu, replika peninggalan-peninggalan arkeologi jelaslah, termasuk replik Arca Amogaphasa.

“Setelah ada museum sehingga masyarakat Dharmasraya khususnya dan Sumbar secara umum serta pengunjung makin mengenal tentang sejarah peradaban yang sarat dengan nilai-nilai tersebut,” ujarnya.

Selain itu, tentu dapat menjadi magnet tersendiri bagi pengunjung datang ke kawasan candi yang berada di pinggiran aliran Batanghari itu.

Sutan Riska mengatakan, penggalian sejarah Dharmasraya masa lampau melalui even Festival Pamalayu, guna menjadikan penyemangat mendorong daerah bisa lebih maju di masa mendatang.Sebab, ratusan tahun silam nama Dharmasraya sudah ada dalam berbagai catatan sejarah. Memiliki peradaban dan masa kejayaan ketika itu.

Orang nomor satu di daerah yang memakai motto “Tau jo Nan Ampek” itu mengatakan, melalui Festival Pamalayu ingin mengembangkan nilai-nilai persatuan dan persahabatan.

Justru itu, Pemerintah KabupatenDharmasraya terus bersemangat memajukan daerah, dengan membangun infrastruktur ke obyek-obyek sejarah dan jalur penghubung antar pemukiman penduduk. Bersamaan dengan itu, pembangunan kebudayaan dan bidang lainnya di daerah yang heterogen itu.

Ke depan, kata kepala daerah berdarah biru itu, melalui upaya ini tentu Dharmasraya bisa menjadi daerah yang cepat sejajar dengan daerah lain yang sudah dulu berkembang.

Arkeolog dari BPCB Batusangkar Teguh Hidayat berpandangan, kalau prasasti dapat dipamerkan di museum Dharmasraya tentu akan menjadi daya tarik tersendiri. Semoga terwujud apa yang direncanakan oleh bupati bersama Pemkab dan masyarakat Dharmasraya.

“Kerajaan begitu besar tetapi sekarang belum punya museum yang refresentatif. Kalau ingin dengan bangunan sudah ada, bisa dimanfaatkan yang di Siguntur,” kata Teguh.

Namun, apabila sudah direncanakan membangun yang baru dan refresentatif, sangatlah baik dan upaya ini semoga terwujud, tambahnya.

Jadi, bagi pengunjung baik wisatawan maupun pejabat nasional dan provinsi lainnya tak memakan waktu lama bisa sampai ke Dharmasraya. Setelah mendarat di Bandara Muaro Bungo, sekitar 1 jam lebih kurang jalur darat sudah tiba di Dharmasraya. Jikahendak langsung menengok peninggalan sejarah Koto Besar hanya tinggal driver kelokan mobil ke kiri dari Jalinsumteng itu, tak berapa lama akan sampai.

Wali Nagari Koto Besar Eko Noris (kanan) bersama Tuanku Manaro saat memandu rombongan jurnalis ke dalam kawasan hutan adat Rimbo Tolang. Hutan adat sudah dilestarikan secara turun temurun di wilayah Kerajaan KotoBesar, Dharmasraya. (Antara/Siri Antoni)


Banyak peninggalan kerajaannya dalam bentuk benda, termasuk punya hutan adat di dua lokasi (RimboTolang18 ha, RimboUbau17 ha) seluas 35 hektare yang dilestarikan sejak ratusan tahun. Banyak ceritanya disana, kayu pun sudah diberi nama oleh ahli dendrologi.

Begitu dilanjutkan perjalanan sekitar satu jam, bisa singgah ke rumah gadang Kerajaan Padang Lawas, masih ada peninggalan dan terjaga saat ini.

Perjalanan dilanjutkan sekitar 1,5 jam sudah sampai ke Kerajaan Siguntur, juga punya banyak peninggalan. Jika pengunjung ingin menyeberang dengan masin tempel ke kawasan situs candi Padang Sawah dan Padang Roco, bisa dari sana.

Namun, bila ingin jalur darat dari Kerajaan Siguntur, melaju ke Kerajaan Pulau Punjung, hanya butuh waktu sekitar 35 menit. Tak jauh dari pusat pemerintahan Dharmasraya.Sedangkan kalau ingin langsung ke kawasan candi, berjarak sekitar 10 kilometer, tapi jalannya sudah mulus yang dapat dilalui semua kendaraan.

Dharmasraya memiliki multi potensi wisata, baik untuk minat khusus, wisata alam dan agrowisata serta banyak kearifan lokal daerah yang berada yang berbatasan dengan Provinsi Riau ini, di antaranya budidaya ikan dengan sistem Lubuk Larangan. Hanya saja, belum menjadi nadi ekonomi dan menunggu pada waktunya. (*)

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘491803547646366’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘558190404243031’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));
(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=558190404243031”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer