Connect with us

News

Risiko Konflik dalam Pileg dan Pilpres 2019

Risiko Konflik dalam Pileg dan Pilpres 2019

[ad_1]

Ilustrasi (Foto: Dok. Istimewa)

Oleh: Abdullah Amrin, SE., M.M.

Beberapa bulan lagi, tepatnya pada hari Rabu, 17 April 2019 kita akan menyelenggarakan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan digelar serentak. Rangkaian tahapan kegiatan akan dilakukan tahun ini mulai bulan Oktober 2017.

Masa kampaye sebagai salah satu tahapan pemilu untuk tahun ini dipersingkat menjadi 6 bulan, yaitu mulai tanggal 13 Oktober 2018 sampai dengan 13 April 2019. Tahapan awal yang dilaksanakan pada 1 Oktober 2017 adalah verifikasi parpol peserta pemilu.kemudian Penetapan parpol peserta pemilu 1 Maret 2018 diikuti Pengajuan bakal caleg DPR, DPD, dan DPRD pada Mei 2018 dan Pengajuan bakal calon presiden dan wapres pada Agustus 2018 dan seterusnya hingga pelantikan presiden dan wapres pada tanggal 20 Oktober 2019.

Dimulainya masa kampanye menandakan mesin politik para calon bekerja secara efektif mengumpulkan dukungan konstituen.

Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1-5 Tahun 2017 dirilis sebagai rule of gamebuat Pilkada 2018. Melalui PKPU No. 4/2017 tentang Kampanye menyentuh hingga ranah etik salah satunya dengan larangan penggunaan isu SARA dan tradisi politik diterjemahkan dengan mengatur sumber dana kampanye dan tindakan aparatur negara. PKPU No. 5/2017 tentang Dana Kampanye.

kita akan menerapkan sistem politik yang lebih bertanggung jawab dan terbuka untuk mencegah kekerasan politik di berbagai lini.

Larangan penggunaan isu SARA diharapkan membuat politisi mengedepankan program. Batasan dana kampanye yang ditetapkan ditujukan untuk mampu menciptakan kontrak politik dengan konstituen daripada penerapan politik uang.

Peluang terjadinya Konflik

Apakah semua pihak sudah siap..?. mengendalikan tradisi dan sistem politik adalah tugas yang tidak ringan. Walaupun bentuk regulasi telah disiapkan dengan sangat lengkap dan mutakhir, apakah kita bisa menghilangkan risiko politik yang akan terjadi..?!.

Pertama, apakah para peserta pemilu seperti para calon, para pengusung, para pendukung dan penyelenggara serta simpatisan telah memahami segala aturan pemilu tersebut di atas. Aturan itu ibarat pedang bermata dua yang berpotensi kegaduhan politik, dengan diterapkan UU Pilkada secara yang meniadakan putaran kedua maka potensi kegaduhan politik lebih mudah terjadi.

Pada Pilkada sebelumnya jumlah gugatan masuk Mahkamah Konstitusi (MK) selalu tinggi. Pilkada 2015 ada 147 gugatan masuk (57 persen dari 256 daerah), sedangkan Pilkada 2017 ada 49 gugatan masuk (49 persen dari 101 daerah). Semakin kurangnya para pihak memahami norma dalam PKPU, maka bisa terjadi masalah pemilu bukan hanya di akhir, namun juga pada prosesnya.

Penerapan aturan bisa dijadikan kerangka kontrol bagi penyelenggara dan pengawas, atau sebaliknya akan digunakan sebagai instrumen politik bagi para pesertanya untuk saling menjatuhkan. Misal definisi isu Sara bisa digunakan untuk saling menjatuhkan lawan politik.

Kedua,risiko indepedensi atau keberpihakan penyelenggara terhadap proses dan hasil pemilu. Dengan tingginya potensi saling lapor antarpara calon dan parpol,maka kapasitas respons dan penyelesaian oleh negara jadi sangat menentukan. Dalam UU Pilkada, pelanggaran oleh tim sukses maupun calon bisa dipidana.

Dalam peredaran uang selama proses kampanye, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) diharapkan mampu menjadi instrumen untuk mengawasi. Karena Pimilu adalah momen politik, penyelesaian segala bentuk laporan perlu memiliki kerangka waktu. Pelanggaran etik, administratif, pidana, dan keabsahan penetapan menjadi ranah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Apabila penyelenggara atau pihak terkait tidak dapat menyelesaikan laporan pelanggaran hal ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, parpol dan para politisi. Untuk mencapai Demokrasi berkualitas maka input politik yang diberikan harus terlegitimasi segala aspeknya. Segala sesuatunya masyarakat harus mengetahui secara transparan sebelum pemenang sebagai pemerintahan terpilih efektif berjalan.

Pelaksanaan perencanaan pemilu perlu disiapkan dengan melakukan koordinasi cepat di lapangan. Perlu kerja sama secara serentak antarlembaga menerapkan sistem sanksi yang tepat dan tegas atas pelanggaran. Berbagai risiko atas pemilu harus pula dibebankan kepada penyelenggara dan pengawas, penegak hukum, dan ragam institusi yang berwenang memperjelas status perkara. Kerja kompak dan terpadu dalam mencapai hasil pemilu yang bersih dan sehat. (*)


*/ Penulis adalah Kepala Program Study Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Risiko dan Asuransi. Penulis buku “Asuransi Pariwisata dan Peluang Pariwisata Syariah”. Email: [email protected]

JAKARTA – Sebanyak 14 atlet Sumatera Barat dipanggil mengikuti Pelatnas untuk memperkuat tim Indonesia diajang Asian…

TANAH DATAR – Batusangkar International Conference (BIC-III) IAIN Batusangkar yang mengusung tema “Building Modern…

LOMBOK UTARA – Gempa bumi berkekuatan 7,0 pada skala Richter (SR) mengguncang Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara…

TANAH DATAR – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo tahun ini kembali sumbangkan sapi kurban untuk Sumatera Barat…

PASAMAN BARAT – Rencana Pembangunan Pengembangan RSUD Pasaman Barat, Sumatera Barat Tahap I akan segera dilaksanakan…

(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/id_ID/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=1208534375853801”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer