Connect with us

Berita

Usulkan Bentuk Pansus, Fadli Zon Sebut Kecurangan Pemilu 2019 Masif, Terstruktur, dan BrutalWebsite Resmi Fadli Zon Wakil Ketua DPR RI

fadli zon (wartakota)

[ad_1]

Usulkan Bentuk Pansus, Fadli Zon Sebut Kecurangan Pemilu 2019 Masif, Terstruktur, dan Brutal

Ketua DPR Fadli Zon menilai banyak kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2019.

Menurutnya, kecurangan yang terjadi secara masif, terstruktur, dan brutal.

Untuk itu, ia mengusulkan Panitia Khusus (Pansus) mengevaluasi penyelenggaraan Pemilu 2019.

“Saya kira nanti perlu dibentuk pansus kecurangan ini. Saya akan mengusulkan meski ini akhir periode,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

“Kalau misalnya teman-teman itu menyetujui, akan bagus untuk evaluasi ke depan. Karena kecurangan ini cukup masif, terstruktur, dan brutal. Mulai pra-pelaksanaan, pelaksanaan, dan pasca-pelaksanaan,” sambungnya.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, usulan teresebu akan disampaikan ke fraksi-fraksi di DPR.

Ia ingin DPR mengevaluasi total pelaksanaan sistem pemilu serentak ini.

“Kan ada mekanismenya, asal ada usulan kemudian dibawa ke rapur, nanti kita lihat saja,” ucapnya.

“Kalau dari DPR kalau ada pansus tadi lebih enak. Karena, bisa menjadi sebuah alat melakukan investigasi dan bisa menelusuri kelemahan dari sistem, prosedur, dan sebagainya,” paparnya.

Fadli Zon menyebut, dugaan kecurangan yang begitu masif membuat kualitas demokrasi Indonesia menjadi buruk.

Ia menyatakan penyelenggaraan pemilu tahun ini lebih buruk dibanding penyelenggaraan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 silam.

“Saya termasuk yang percaya kalau ini adalah pemilu terburuk sejak era reformasi, bahkan jauh lebih buruk ketimbang pemilu tahun 55,” bebernya.

Sebelumnya, Ratna Sarumpaet, terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks, menilai Pemilu 2019 berantakan.

“Saya pikir pemilunya berantakan ya karena itu,” ujar Ratna Sarumpaet, pasca-sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2019).

Ia pun menjelaskan maksud dari pernyataannya terkait pemilu berantakan. Ibunda Atiqah Hasiholan itu menilai pemilu kali ini berantakan, lantaran banyak hal yang tidak diselesaikan secara benar.

Ratna Sarumpaet menyinggung perihal pencoblosan surat suara di Selangor, Malaysia, yang belum menemui titik terang.

Selain itu, ia juga menyoroti banyaknya korban meninggal dunia yang turut andil dalam Pemilu 2019.

“Ya dari awal ada pencoblosan gelap di Selangor aja enggak diberesin. Orang sampai mati itu kenapa sih? Karena keberatan beban. Berarti panitia buruk dalam menata siapa pekerjanya, jangan-jangan mereka pelit,” bebernya.

Di sisi lain, Ratna Sarumpaet enggan menanggapi hasil hitung cepat alias quick count yang menyatakan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kalah dari paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin.

“Ya aku enggak tahu, aku enggak ikut berpendapat soal itu,” ucapnya.

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) merekomendasikan pelaksanaan pemilu serentak untuk pesta demokrasi berikutnya, dibagi menjadi dua jenis tahapan.

Yakni, pemilu serentak nasional seperti Pilpres, DPR dan DPD untuk memilih pejabat di tingkat nasional, serta pemilu serentak daerah seperti Pilkada Gubernur, Bupati/Wali kota dan DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota, untuk memilih pejabat di tingkat daerah.

Hal itu diutarakan oleh Komisioner KPU Hasyim Asy’ari berdasarkan riset evaluasi Pemilu 2009 dan 2014.

“Salah satu rekomendasinya adalah Pemilu serentak dua jenis,” kata Hasyim dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4/2019).

Terkait kerangka waktu rekomendasi tersebut, Hasyim menuturkan bahwa perhelatan Pemilu tingkat nasional maupun daerah tetap dalam periode Pemilu lima tahunan.

Namun bedanya, Pemilu serentak daerah diselenggarakan di tengah-tengah Pemilu serentak nasional lima tahunan.

Artinya, Pemilu serentak daerah dilakukan 2,5 tahun setelah berjalannya Pemilu serentak nasional.

“Pemilu daerah 5 tahunan diselenggarakan di tengah 5 tahunan Pemilu nasional. Misalnya pemilu nasional 2019 dalam 2,5 tahun berikutnya yaitu 2022 Pemilu daerah,” jelas Hasyim.

Lebih lanjut ia menjelaskan, rekomendasi KPU menitikberatkan pada empat poin argumentasi. Meliputi aspek politik, aspek manajemen penyelenggaraan Pemilu, aspek pemilih, dan aspek kampanye.

Pertimbangan aspek politik, bertujuan agar pembagian ini bisa terjadi konsolidasi yang semakin stabil antar-partai politik. Sebab, koalisi partai dibangun sejak awal pencalonan.

Kemudian, aspek manajemen penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, beban peneyelnggara Pemilu dalam hal ini KPU, akan lebih proporsional dan tidak terjadi penumpukan beban yang berlebih.

Ketiga, aspek kepentingan pemilih. KPU berpandangan, masyarakat bisa lebih mudah menentukan pilihan, karena fokus mereka hanya dihadapkan pada calon pejabat nasional dan daerah di dua Pemilu berbeda.

Pertimbangan terakhir, ialah aspek kampanye. Dengan dibaginya Pemilu serentak jadi dua tahapan, isu-isu kampanye semakin fokus antara isu nasional dan daerah yang dikampanyekan. Sehingga, tidak terjadi tumpang tindih terkait aspek kampanye.

Sementara, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyarankan KPU melakukan perbaikan atas kesalahan dan kekurangannya secara transparan dan akuntabel.

Agus juga meminta seluruh komponen masyarakat melakukan pengawasan independen atas kerja KPU tersebut.

Hal tersebut disampaikan Agus saat Konferensi Pers Gubernur Lemhannas RI yang mengangkat tema “Menyikapi Situasi Terkini Setelah Pemilihan Umum 2019 dari Perspektif Ketahanan Nasional” di Ruang Syailendra Gedung Astagatra Lt 3 Lemhannas RI di Jakarta Pusat pada Selasa (23/4/2019).

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer