“Golongan barang paling banyak diekspor pada Mei 2018 adalah lemak dan minyak hewan nabati senilai 96,57 juta dolar AS, karet dan barang dari karet sebesar 13,76 juta dolar AS, dan gara , belerang, kapur 8,28 juta dolar AS,” kata Kepala BPS Sumbar Sukardi di Padang, Senin.
Ia menyampaikan negara tujuan ekspor nonmigas terbesar pada Mei 2018 adalah ke India 24,28 juta dolar AS, Bangladesh 19,48 juta dolar AS dan Spanyol 17,87 juta dolar AS.
Ekspor ke India memberikan peranan sebesar 24,93 persen terhadap total ekspor Sumbar.
Sedangkan ekspor produk industri pengolahan pada Mei 2018 mengalami penurunan sebesar 2,83 persen dibanding April, lanjut dia.
Sebaliknya nilai impor Sumatera Barat pada Mei 2018 mencapai 36,34 juta dolar AS atau turun 3,87 persen dibandingkan April yang mencapai 37,80 juta dolar AS.
Ia menyampaikan golongan barang impor terbesar Mei 2018 adalah bahan bakar mineral sebesar 29,05 juta dolar AS, ampas, sisa industri makanan 4,41 juta dolar AS, dan golongan garam, belerang, kapur 1,26 juta dolar AS.
Sebelumnya Bank Indonesia menilai butuh sinergi seluruh pihak untuk meningkatkan ekspor Sumatera Barat apalagi saat ini pertumbuhan ekonomi dunia meningkat serta harga sejumlah komoditas strategis juga membaik.
“Saat ini ekspor Sumbar masih rentan karena hanya bergantung pada dua komoditas yaitu minyak sawit dan karet dan ke depan perlu dilakukan diversifikasi agar lebih luas,” kata Kepala Bank Indonesia perwakilan Sumbar Endy Dwi Tjahjono .
Ia melihat untuk sawit perlu dilakukan peremajaan karena banyak yang sudah tua sehingga produksinya turun serta terbatasnya lahan.
“Termasuk industri hilir sawit kurang mendukung, sekarang yang ada baru CPO, seharusnya juga dibangun yang lain agar ada nilai tambah,” kata dia.
Sementara Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit menilai selain sawit dan karet ada sejumlah komoditas lain yang juga potensial untuk diekspor.
“Kopi mulai mendunia, gambir juga, termasuk perikanan,” kata dia.
Ia mengatakan ekspor Sumbar tiap tahun terus meningkat tapi pada sisi lain belum berbanding lurus dengan kesejahteraan petani.
Jadi ada dampak terhadap kemampuan daya beli dan tingkat kesejahteraan petani, ujarnya. (*)