Connect with us

News

PNS dan Teror Politik Praktis pada Tahun Politik

PNS dan Teror Politik Praktis

[ad_1]

Oleh : Ulil Amri Abdi -Politik praktis bagi PNS bukan lagi barang baru. Ia sudah menjadi makanan sehari-hari. Seperti, sebuah tradisi yang harus dilakukan, apalagi di momen Pilkada saat ini.

PNS yang ingin karirnya cemerlang dalam dunia birokrasi harus bapandai-pandai mengadu peruntungan dalam dunia politik praktis. Terutama, PNS yang hanya memiliki kemampuan di bawah rata-rata dan PNS yang “gila jabatan” Malahan, politik praktis dijadikan aqidah dan kiblat menuju puncak karir sebagai seorang birokrat.

Hasilnya, politik praktis memproduksi pejabat-pejabat prematur dan amatiran. Jabatan tidak lagi dipandang sebagai amanah dengan segala macam syarat dan rukun yang musti dimiliki. Namun, telah menjelma sebagai Core bisnis. Layaknya, amarah yang menggelora dalam menaklukkan rekan sejawat.

Walaupun tidak semuanya, keterlibatan PNS dalam politik praktis dipicu political will dari para pelaku politik itu sendiri. PNS yang notabene-nya berprilaku netral dalam percaturan politik, karena telah didaulat sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat, diberikan peluang dan hembusan “angin sorga” untuk mendapatkan dan mempertahankan jabatan. Asalkan, mau berpihak dan memberikan dukungan kepada kepentingan politik.

Dan, bagaimana dengan PNS yang (masih) memiliki integritas?

Persoalan sebenarnya ada disini. Dan persoalan tersebut memiliki efek domino yang cukup besar bagi pengelolaan birokrasi pemerintah. Yang akhirnya, berdampak pada pelayanan kepada masyarakat, dari semangat 45 menjadi ala kadarnya saja.

PNS yang tidak mau terlibat dalam politik praktis juga menjadi momok bagi kepentingan politik. Dengan demikian, politik praktis sengaja mendikotomi PNS untuk kepentingan politik. Ada yang mengistilahkan dengan sebutan urang awak, kelompok “Si ini”, pendukung “Si itu”.

Untuk itu, jangan pernah berharap jenjang karir akan berjalan mulus walaupun tidak terlibat dalam dukung-mendukung, dan tidak memihak kepada salah satu kepentingan politik. Sebab, dengan komitmen tersebut, PNS akan tetap dilabeli dengan identitas politik praktis.

Akhirnya, dengan tidak adanya kejelasan jenjang karir yang fair dan terjadinya intimidasi oleh pelaku politik, integritas PNS sebagai abdi negara semakin menjadi runyam, dan pekerjaan yang dilakukan hanya sekedar palapeh tanyo (Pelepas tanya, red) saja. Tak ada lagi inovasi, kreativitas, apalagi loyalitas terhadap pekerjaan. Begitulah, teror politik praktis bekerja.

Dan lebih parahnya lagi, sistem organisasi (birokrasi) menjadi amburadul, budaya organisasi tidak lagi sehat, dan komunikasi organisasi pun tidak lagi terjalin dengan baik. Hasilnya, pembangunan menjadi lambat, pelayanan tidak maksimal. Karena PNS telah dijadikan dan menjadikan dirinya (profesi) sebagai komoditas kepentingan politik praktis.

Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sudah menjelaskan, bahwa pengelolaan manajemen PNS diperlukan untuk menghasilkan PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dan, untuk diangkat menjadi seorang pejabat yang merupakan jenjang karir bagi PNS, diperlukan penilaian PNS yang berdasarkan pertimbangan objektif antara kompetensi, kualifikasi, syarat Jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan.

Jadi, aturannya pun sudah jelas. Seluruh PNS memiliki kesempatan jenjang karir yang sama, yang tentunya berdasarkan merit system dan sama sekali bukan menggunakan marriage system

Setelah perhelatan Pilkada ini, apakah political will pelaku politik pemenang Pilkada akan berdasarkan aturan main yang telah ditetapkan?

Antahlah yuang! Wallahu alam bish-shawabi!

Penulis adalah seorang PNS Pemko Padang (Agen Perubahan Reformasi Birokrasi)

PADANG – Gempa bumi berkekuatan 5,1 SR Guncang Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat pada Senin,…

PIALA DUNIA 2018 – Mesir kembali menuai hasil buruk. Berjumpa Rusia di St Petersburg Arena, Selasa 19 Juni 2018 atau…

PARIAMAN – Kepolisian Resort Pariaman (Polres Pariaman) menggelar Apel Kebangsaan Tiga Pilar yang diikuti…

TANAH DATAR – Untuk lebih meningkatkan keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat di bulan Ramadhan serta…

VIDEO – Insiden ditelannya seorang wanita asal Muna, Sulawesi Tenggara, Wa Tiba, 54 tahun, oleh seekor ular piton pada…



[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer