Connect with us

Ekonomi

Arab Saudi Saja Berutang, Dimana Posisi Kita?

Arab Saudi Saja Berutang, Dimana Posisi Kita?

[ad_1]

Rhenald Kasali (ist)

Oleh Prof Rhenald Kasali

Di tengah hiruk-pikuk kampanye Pilpres ini kita sering mendengar sekelompok orang menyuarakan ekonomi Indonesia semakin sulit, bahkan katanya berada di ujung kebangkrutan.

Ada yang mengatakan negeri ini sudah terlalu banyak utang, bahkan banyak BUMN mau dijual, lalu katanya kita berada di bawah serbuan tenaga kerja asing. Padahal Arab Saudi yabg kaya minyak saja juga punya utang. Demikian juga Singapura yang kelihatan megah itu.

Dagelan-dagelan ekonomi seperti itu memang bukan hal yang baru. Dulu Adolf Hitler juga menggunakan cara serupa saat merancang kekuasaan dengan menakut-nakuti kaumnya, etnis Aria, akan serangan ekonomi dari kelompok Yahudi.

Lalu, Donald Trump, menggunakan cara yang sama untuk penduduk kulit putih Amerika yang terdesak serangan imigran dan barang-barang impor akibat globalisasi. Bahkan kini cara serupa sedang dicoba di Italia dan Prancis.

Lalu, apa akibatnya begitu mereka berkuasa? Saya kira Anda sudah tahu. Dan biarlah masing-masing orang menentukan pilihannya. Namun benarkah ekonomi Indonesia berada dalam ancaman utang dan kebangkrutan?

Kalau Sepak Bola, ya Memang Jeblok

Bicara utang tentu bicara peringkat. Kalau sepakbola dipakai sebagai acuan, pantaslah kita berkecil hati. Pasalnya, Februari 2019 lalu Federation of International Football Association (FIFA) menempatkan timnas sepakbola Indonesia di peringkat 159 dunia.

Peringkat itu memang rendah. Kita berada di bawah negara-negara Asean seperti Vietnam (peringkat 99), Thailand (115), Filipina (123), bahkan Myanmar (138). Meski masih di atas Singapura 165 dan Malaysia 167.

Isu korupsi juga masih masuk akal dan berhubungan dengan sepakbola. Kalau yang urus PSSI tak membenahi korupsi dan permainan atur mengatur skor, prestasi atlit akan sulit dinaikkan.

Maklum, Indeks Persepsi Korupsi yang diumumkan Transparency International Indonesia (TII), Januari lalu masih menempatkan Indonesia di ranking 89. Jauh di bawah Singapura di peringkat 3, Brunei Darussalam (31), dan Malaysia (61). Tapi, kita masih di atas Filipina dan Thailand (sama-sama di posisi 99), atau Vietnam (117). Tapi, baiklah kita kembali ke ekonomi.

Bukan Pengutang yang Diperhitungkan
Dua minggu lalu, ekonom Dan Kopf mengumumkan kajiannya tentang gejolak ekonomi. Maklum, perang dagang antara Amerika dengan Tiongkok saat ini memorakporandakan ketenangan berusaha dan menimbulkan banyak masalah baru, khususnya kemampuan dunia usaha dalam menjamin kestabilan, menuai keuntungan. IMF bahkan mengatakan, tahun 2019 selain pertumbuhan ekonomi dunia melambat, risiko berusaha juga meningkat.

Namun, berkebalikan dengan ucapan para politisi yang tengah bertarung, Kopf menemukan dalam soal keseimbangan ekonomi, Indonesia lah juaranya. Ia menelisik pertumbuhan pendapatan riil perkapita menurut data Bank Dunia antara 2002 sampai 2017. Indonesia bahkan jauh lebih unggul dari Tiongkok dan India yang tumbuh sekitar 2% di atas kita. Artinya, semakin banyak fakta yang menunjukkan kepemimpinan ekonomi kita tak seburuk yang kita sangkakan.

Sejalan dengan Kopf, ternyata kita juga belum ada apa-apanya dalam soal berutang. Mungkin karena itulah sebulan terakhir isu mengenai utang belakangan surut.

Baiklah kita pakai saja debt to GDP ratio sebagai Indikator yang mengukur ratio utang terhadap kue ekonomi atau gross domestic product (GDP) nya.

Mari kita cek. Apakah Indonesia ada di daftar 10 besar negara dengan rasio utang terbesar dunia? Jawabannya ternyata tidak ada.

Apakah di ranking 20 besar? Ternyata juga tidak. Ranking 50 besar? Tidak. Ranking 75 besar? Tidak. Ranking 100 besar? Tidak.

Indonesia ada di ranking bawah yang artinya dibandingkan pendapatannya, utang kita kecil. Artinya, kalau mau memanfaatkan pendapatan hari esok, maka potensi kita untuk membangun masih besar.

Biar Anda tidak penasaran, saya sebutkan saja. Per Desember 2018 lalu, debt to GDP ratio Indonesia hanya 29,78%. Jika dibandingkan negara lain, Indonesia ada di ranking 133 dunia. Artinya, utang bukan andalan Indonesia. Dan menurut saya, sungguh tak bermoral kita menakut-nakuti bangsa agar kurang percaya diri terkait utang ini.

Tahukah Anda, semakin maju ekonomi dan semakin kagum kita dengan kemajuan bangsa-bangsa, ternyata utangnya juga semakin besar, namun tidak Indonesia.

Mari kita lihat. Jepang ternyata jagoan berutang. Ia menempati posisi nomor satu dunia dengan debt to GDP ratio-nya 253%, lalu Yunani (2) dengan 178%, dan Lebanon (3) 149%.

Dari Asean, Singapura yang dianggap bersih dari korupsi, dan fasilitas publiknya maju
ternyata berada di urutan ke 8 dalam berutang dengan rasio 110%, Vietnam 56 (61,5%), Malaysia 73 (50,9%), Filipina 95 (42%), Thailand 98 (41,8%), Kamboja 117 (35,1%), dan Myanmar 121 (33,6%).
Jadi, ada 7 negara Asean yang rasio utangnya jauh lebih besar dari Indonesia.

Jadi kalau ada yang membesar-besarkan bahwa setiap bayi yang lahir punya utang Rp13 juta di sini, jangan kaget, setiap bayi yang lahir di Singapura harus menanggung Rp 700 juta.

Angka debt to GDP ratio ini tentu bergerak dinamis, tergantung nilai utang yang ditarik pemerintah. Angka debt to GDP ratio Indonesia saat ini kemungkinan di kisaran 30% atau sedikit di bawah itu. Jadi, ranking utang Indonesia juga tidak akan banyak berubah dari posisi 130an.

Bahkan, negara Islam seperti Saudi Arabia pun ternyata juga berutang. Debt to GDP ratio-nya pada Desember 2018 lalu sebesar 17,2% dan berada di posisi 164 dunia. Menurut catatan utang kerajaan ini, Saudi Arabia rata-rata berutang 36,38% antara tahun 1999 hingga 2017, dan pernah mencapai 103,5% pada 1999. Jadi mohon maaf, jangan kaitkan dengan ini dan itu.

Tentu, ada beberapa indikator selain debt to GDP ratio yang digunakan untuk melihat utang suatu negara. Misalnya, tingkat imbal hasil/yield dan porsi kepemilikan oleh investor domestik dan asing. Ini bisa saya uraikan di lain waktu.

Yang terpenting adalah, kita harus paham dulu bahwa utang Indonesia saat ini tidaklah mengerikan seperti yang dikatakan beberapa politisi itu. Apalagi kini APBN Indonesia sudah dikelola dengan prudent. Bahkan, sebagian utang kita berbentuk surat berharga syariah yang di-endorse oleh Dewan Syariah Nasional.

Jadi, mari kita buka pikiran dan hati kita, bahwa negeri ini tidak buruk-buruk amat ekonominya. Kecuali kita sendiri yang ingin melihatnya buruk tentunya. Dan katanya, hanya orang optimis yang bisa. (*)

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ekonomi

Airlangga: Double Disruption Terjadi Selama Pandemi Covid-19

Airlangga: Double Disruption Terjadi Selama Pandemi Covid-19

[ad_1]

JAKARTA – Ekonomi Indonesia sempat terkontraksi terdampak pandemi Covid-19, namun dapat kembali pulih pada kuartal II tahun 2021 dan masih berada pada tren pertumbuhan positif. Hal tersebut tak lepas dari berbagai upaya mitigasi yang di lakukan oleh Pemerintah, baik terkait dengan kesehatan, perlindungan sosial dan perekonomian.

Pada bidang ekonomi, Pemerintah telah banyak memberikan stimulus dan insentif seperti bantuan kepada pelaku UMK, insentif fiskal, penjaminan kredit, subsidi bunga, dan lain sebagainya. Selain itu, Pemerintah juga mengupayakan agar pemanfaatan teknologi dapat memaksimalkan potensi ekonomi yang ada terutama di masa pandemi ini.

“Pandemi Covid-19 dan kemajuan teknologi telah memaksa kita melakukan percepatan pemanfaatan teknologi digital yang mendorong lahirnya profesi baru yang berbasis digital,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara webinar Creativepreneur 4.0 dengan tema “Business Journey: Navigating in the Sea of Challenges” yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia Universiti Utara Malaysia, Sabtu (11/09).

Berdasarkan laporan dari World Economic Forum tentang The Future of Job Report 2020, diperkirakan dalam 5 tahun ke depan akan terjadi peningkatan kesenjangan keterampilan, karena keterampilan yang diminta di seluruh pekerjaan akan mengalami perubahan.

“Bahkan saat ini telah terjadi ‘double-disruption’, yaitu pergeseran pekerjaan akibat digitalisasi atau automasi yang dipercepat dengan terjadinya pandemi Covid-19,” jelas Menko Airlangga.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah daya saing digital Indonesia yang jauh tertinggal. Berdasarkan IMD World Digital Competitiveness Ranking, Indonesia berada pada posisi 56 dari 63 negara. Dalam indeks lainnya, yaitu Global Innovation Index yang mengukur kemampuan inovasi suatu negara, sejak 2018 sampai 2020 posisi Indonesia tidak berubah dan berada pada urutan ke-85 dari 131 negara.

“Untuk itu diharapkan peran aktif dari para pelajar Indonesia, NGO, dan seluruh stakeholders untuk bersama meningkatkan daya saing digital dan kapasitas kita dalam berinovasi dan menghasilkan produk yang inovatif,” kata Menko Airlangga.

Dalam upaya memperbaiki peringkat daya saing digital Indonesia maka Pemerintah menyusun Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024 yang disusun untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045, yaitu Indonesia sebagai negara berdaulat, maju, adil dan makmur.

Sebagaimana diketahui terdapat 4 pilar utama dalam mencapai visi Indonesia 2045, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan iptek, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola Pemerintahan.

Dengan melaksanakan hal-hal di dalam peta jalan tersebut, diharapkan pada tahun 2024 akan terjadi penambahan pertumbuhan PDB sebesar 1%, UMKM terdigitalisasi sebesar 50%, tersedia 2,5 juta lapangan kerja baru, dan 600 ribu talenta digital yang dilatih setiap tahun.

Selain dilihat sebagai sebuah tantangan, kemajuan teknologi khususnya teknologi digital, juga dapat dipandang sebagai sebuah peluang. Hal ini diperkuat dengan berbagai studi menyatakan bahwa peluang ekonomi digital Indonesia masih terbuka lebar. Adapun nilai transaksi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai USD 124 miliar (Rp1.700 triliun) pada tahun 2025.

Berbagai studi menyatakan bahwa peluang ekonomi digital Indonesia masih terbuka lebar. Hal ini didukung oleh sejumlah faktor, seperti total penduduk yang terbesar ke-4 di dunia, jumlah penduduk usia produktif mencapai lebih dari 191 juta atau 70,7%, ditopang oleh Generasi Z sebanyak 75,49 juta orang, atau 27,94% dan Generasi Y/Milenial yang mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87%.

Dari sisi digital user, jumlah pengguna ponsel Indonesia saat ini mencapai 345,3 juta (125,6% dari total populasi) dengan penetrasi internet sebesar 73,7% dan trafik internet yang mengalami peningkatan 15-20% di sepanjang tahun 2020. Bahkan saat ini, telah muncul gelombang teknologi baru seperti jaringan 5G, IoT, blockchain, artificial intilligence dan cloud computing.

Sektor Edutech dan Healthtech kini menjadi pendatang baru yang menjanjikan dalam lanskap ekonomi digital. Pada tahun 2020, pengguna aktif aplikasi Edutech Indonesia tumbuh signifikan mencapai 200%.

“Tren peningkatan jumlah penguna juga terjadi pada sektor Healthtech (telemedicine). Bahkan dalam 5 tahun kedepan diprediksi pengguna Telemedicine Asia Pasifik akan meningkat sebesar 109%,” lanjut Menko Airlangga.

Di akhir sambutannya, Menko Airlangga menyampaikan bahwa kolaborasi dan sinergi dari seluruh komponen bangsa sangat dibutuhkan oleh bangsa dalam meraih cita-cita Indonesia Emas 2045.

“Termasuk adik-adik mahasiswa/i yang saat ini sedang menempuh pendidikan di luar negeri khususnya di Malaysia. Dukungan pemikiran dan saran-saran dari adik-adik semua sangat diperlukan dalam upaya Pemerintah memulihkan perekonomian bangsa pasca pandemi agar kita semua dapat segera keluar dari middle income trap dan meraih cita-cita Indonesia Emas 2045,” tutup Menko Airlangga. (rel)

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘{your-app-id}’,
cookie : true,
xfbml : true,
version : ‘{api-version}’
});

FB.AppEvents.logPageView();

};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Ekonomi

Airlangga Apresiasi Dukungan OJK dan Perbankan terhadap Akses Pembiayaan bagi UMKM 

Airlangga: Modernisasi Koperasi agar Adaptif dan Berdaya Saing

[ad_1]

JAKARTA – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan pilar terpenting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Jumlah UMKM yang mencapai 99,9% dari pelaku usaha juga telah berhasil menyerap tenaga kerja sebesar 97% dari total tenaga kerja Indonesia. Secara keseluruhan, UMKM telah berkontribusi sebesar 61,07% terhadap PDB Indonesia atau senilai Rp8.573,89 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengapresiasi dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan dalam membantu menyelamatkan UMKM dan sektor informal di masa pandemi. Dalam webinar yang bertajuk “OJK Dorong Perbankan Selamatkan UMKM dan Sektor Informal” yang diselenggarakan oleh Alika Communication, Kamis (9/9), Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa salah satu tantangan utama bagi pemulihan UMKM dan sektor informal saat ini adalah akses pembiayaan.

“Keberhasilan program ini tidak terlepas dari dukungan yang diberikan oleh OJK dan perbankan. Saya sangat mengapresiasi OJK dan perbankan atas dukungannya dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional, terutama untuk UMKM dan sektor informal,” ujar Menko Airlangga.

Hingga akhir semester II tahun 2021, program penempatan dana telah berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp406,64 triliun melalui bank himbara, bank syariah, dan BPD. Selain itu, total outstanding restrukturisasi kredit mencapai Rp777,31 triliun.

Sesuai ketentuan yang tercantum pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015, porsi kredit UMKM telah disiapkan sebesar 20%. “Akses pembiayaan yang masih terbatas ini perlu untuk segera diatasi sehingga dapat membantu UMKM dan sektor informal untuk bertahan selama pandemi. Oleh karena itu Pemerintah menargetkan kewajiban kredit UMKM di Perbankan minimal sebesar 30 persen dari total penyaluran kredit pada tahun 2024,” tambah Airlangga.

Untuk mencapai target tersebut, diperlukan tambahan kredit UMKM sebesar Rp980 triliun dengan posisi kredit UMKM tahun 2024 mencapai Rp2.000 triliun. Penyelamatan UMKM dan sektor informal akan memberikan dukungan besar terhadap pemulihan ekonomi. Dukungan ini akan membantu Indonesia untuk rebound, sehingga target pertumbuhan di kisaran 3,7% – 4,5% dapat tercapai di tahun 2021.

Mengingat pentingnya akses pembiayaan bagi UMKM, Pemerintah telah memberikan relaksasi KUR berupa penundaan angsuran pokok, perpanjangan jangka waktu, dan penambahan limit plafon. Hingga awal Agustus 2021, penundaan angsuran pokok telah diberikan kepada 1,76 juta debitur dengan baki debet Rp 70,53 triliun dan perpanjangan waktu telah diberikan kepada 1,51 juta debitur dengan baki debet Rp 47,51 triliun.

Selain itu, penguatan basis pelaku usaha Mikro dan Kecil juga akan dilakukan guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Airlangga berharap seluruh perbankan bisa terus berkoordinasi dan bersinergi dengan Kementerian/Lembaga dalam mendukung penyelamatan UMKM dan sektor informal. “Koordinasi dan sinergi yang baik akan meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan sektor informal sehingga dapat menjaga keberlangsungan usahanya dan menggerakkan roda perekonomian lebih cepat lagi,” pungkas Airlangga.

Turut hadir dalam webinar tersebut Rektor Unpad, Direktur Penelitian Bank Umum OJK, Komisaris BRI, Ketua Prodi MMKMT Unpad, dan Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia. (rel)

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘{your-app-id}’,
cookie : true,
xfbml : true,
version : ‘{api-version}’
});

FB.AppEvents.logPageView();

};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Ekonomi

Telkomsel Bersama Kemenko Marves Rilis Serial Mangi-Mangi di MAXstream

Telkomsel Bersama Kemenko Marves Rilis Serial Mangi-Mangi di MAXstream

[ad_1]

JAKARTA  – Telkomsel dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia (Kemenkomarves RI) menjalin kolaborasi dalam menyajikan serial “Mangi-Mangi” di platform video on demand terdepan dari Telkomsel, MAXstream.

Serial film Mangi-Mangi dihadirkan oleh Biro Komunikasi Kemenkomarves RI untuk menginspirasi sekaligus mendorong semangat anak muda daerah agar dapat lebih berdaya dalam mengembangkan desa melalui budidaya kepiting soka sebagai salah satu biota laut yang memiliki nilai potensial di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut B. Pandjaitan menjelaskan, sebagai bangsa yang mengaku memiliki nenek moyang pelaut, wajib untuk meneruskan cita-cita mulia para pendahulu. Menjadikan laut sebagai kehidupan, namun juga menjaganya untuk masa depan. Maka wajib menonton film seri ‘Mangi-Mangi’ tentang suka duka persahabatan anak-anak pesisir yang sedang mencari jati diri.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Agung Kuswandono mengatakan, film ini menjadi salah satu upaya memperkenalkan budaya bahari, serta memberikan pemahaman tentang literasi maritim dan pentingnya ekonomi sirkular kepada masyarakat.

“Kami berharap dari penayangan film seri ‘Mangi-Mangi’ ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pentingnya hutan mangrove, utamanya anak-anak muda seperti para tokoh utama dalam film ini. Ayo kita saksikan film ‘Mangi-Mangi’ karya anak bangsa untuk bangsa Indonesia,” katanya.

Vice President Brand and Marketing Communications Telkomsel Abdullah Fahmi menambahkan, Telkomsel antusias dan bangga menyambut kolaborasi bersama Kemenkomarves RI dalam menghadirkan serial Mangi-Mangi kepada masyarakat melalui MAXstream.

Kolaborasi ini menegaskan komitmen Telkomsel sebagai digital lifestyle enabler yang terus aktif dalam menghadirkan beragam konten hiburan berkualitas dan menjadi ‘The Home of Entertainment’ bagi seluruh lapisan masyarakat. Kami berharap konten inspratif yang semakin banyak dihadirkan melalui MAXstream dapat terus membuka peluang bagi masyarakat mengoptimalkan beragam potensi diri maupun kearifan lokalnya agar dapat bermanfaat untuk kepentingan bersama.

Serial Mangi-Mangi berkisah tentang Aris (Fachri Muhammad), Raha (Rinaldy Zulkarnain), dan Laras (Laras Sardi) yang cemas pada kondisi desa mereka yang tak dapat menghasilkan apa pun karena banyak pemuda-pemudi yang memilih merantau. Ketiga remaja itu pun tergerak untuk memberdayakan pemuda-pemudi desa yang tersisa agar dapat produktif sekaligus menggerakkan roda perekonomian desa melalui budidaya kepiting soka. Namun usaha ketiganya dalam membudidaya kepiting soka banyak menemui tantangan bahkan mengalami kegagalan, sehingga menguji komitmen ketiganya yang ingin memajukan desa tempat tinggalnya.

Mangi-Mangi merupakan serial film yang terdiri dari dua episode dengan total durasi 31 menit. Film tersebut dapat dinikmati oleh pelanggan MAXstream mulai 8 September 2021. Hadirnya serial Mangi-Mangi kian memperkaya varian konten inspiratif yang dihadirkan oleh MAXstream sekaligus mempertegas komitmen memenuhi kebutuhan pelanggan akan hiburan berkualitas dan mendidik. (rel)

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘{your-app-id}’,
cookie : true,
xfbml : true,
version : ‘{api-version}’
});

FB.AppEvents.logPageView();

};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer