PADANG, RedaksiSumbar.com – Geliat prostitusi di Kota Padang masih subur, dengan diungkapnya kasus eksploitasi perdagangan anak baru gede (ABG) atau di bawah umur yang dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK) oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar yang memanfaatkan hotel berbintang sebagai tempat praktik bisnis haram tersebut.
Pengungkapan kasus tersebut berawal setelah, Tim Ditreskrimum Polda Sumbar melakukan penggerebekan di dalam kamar di sebuah Hotel berbintang yang berada di Jalan Bundo Kandung, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Rabu 30 Januari 2019 sekitar pukul 22.00 WIB.
Dalam penggerebekan petugas menggeledah tiga kamar diantaranya dalam kamar 314, 322 dan 324 petugas berhasil mengamankan 10 orang.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, hanya 3 orang yang diduga terlibat dalam jaringan prostitusi anak di bawah umur tersebut yaitu pemuda berinsial F (18) yang berperan sebagai muncikari bersama dengan pasangannya DM (22), mahasiswi swasta di Kota Padang.
Sedangkan korban dari praktik prostitusi di bawah umur ini berinsial GLV (16), pelajar SMK di Kota Solok.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sumbar, pelaku F yang merupakan mucikari ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana perlindungan perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang. Sedangkan kekasihnya ditetapkan sebagai saksi dan anak di bawah umur yang dijual sebagai saksi korban.
Sedangkan inisial 7 orang lainnya yang sempat diamankan empat orang remaja laki-laki, DPP (17), MRH (17) AP (17) FA (17) dan wanita berinisial RA (18), OC (18) dan DV (19) tidak terbukti terlibat dalam prostitusi anak di bawah umur.
Mereka sempat menajalani pemeriksaan di Mapolda Sumbar dan kemudian dilepas.
Petugas melakukan penggerbekan usai pelaku mucikari melakukan transaksi penjualan anak di bawah umur. Usai ditangkap, petugas melakukan penggeledahan di dalam tiga kamar, dan menemukan uang tunai jutaan rupiah, alat kontrasepsi (kondom), dan obat kuat sebagai barang bukti.
Setelah diamankan, seluruhnya dibawa ke Mapolda Sumbar untuk proses lanjutan. Saat diwawancarai, anak di bawah umur yang menjadi korban ekpoloitasi prostitusi online GLV mengaku terpaksa menjual dirinya dilatarbelakangi masalah ekonomi karena membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari.
“Orang tua saya sudah bercerai.
Jadi saya terpaksa mencari uang dengan cara seperti ini. Saya masih sekolah di Solok dan memang datang ke Padang kalau ada pelanggan saja. Kadang cari sendiri, kadang dicarikan orang. Sehari bisa menerima Rp 600 ribu hingga Rp700 ribu, kalau mucikari saya tidak tau ambil berapa dia,” kata GLV.
Sementara itu, muncikari berinsial F mengakui menjual GLV kepada lelaki hidung belang kalau ada yang meminta saja. Itupun atas permintaan GLV yang juga meminta bantuan untuk mencarikan pelanggan yang akan memakainya. Untuk bisnis seperti ini, ia mengaku paling banyak mendapatkan uang 1 juta per hari.
“Saya tidak setiap hari seperti ini. Hasil dari prostitusi itu saya serahkan semuanya kepada DM untuk membayar uang kuliah, kos dan kebutuhan lainya. Saya dan DM itu memang pacaran. Tidak menentu berapa uang yang diperoleh. Semuanya untuk pacar saya. Saya menjual wanita melalui aplikasi media sosial,” ungkap F.
Dir Reskrimum Polda Sumbar Kombes Pol Onny Trimurti Nugroho melalui Wadir Reskrimum Polda Sumbar AKBP Muchtar Supiandi Siregar mengatakan, terungkapnya kasus protitusi online ini berdasarkan penyelidikan sejak beberapa hari terakhir. Selanjutnya dilakukan dilakukan penggerebekan di Hotel tersebut.
“Prostitusi online sangat marak saat ini. Makanya kita lakukan penyelidikan. Saat penggerebekan sempat diamankan 10 orang. Hasil pemeriksaan yang diduga terlibat praktek protistusi online melalui salah satu aplikasi sebanyak 3 orang. Mucikari sudah kita tetapkan sebagai tersangka sedangkan dua lainnya saksi dan korban,” kata Muchtar.
Muchtar menjelaskan pengakuan dari muncikari tersebut ia sudah menekuni bisnis prostitusi online ini, sejak 1 tahun yang lalu dan ia hanya mencarikan pelanggan yang membutuhkan short time (ST). Tersangka menggunakan media sosial untuk mencari pelanggan dari wanita yang dijual, dan ia akan mendapatkan imbalan uang dari setiap transaksi.
“Kalau bertransaksi, dilakukan dengan tersangka mucikari dan pelanggan. Setelah uang diterima diserahkan ke wanita yang dijual setelah dipotong. Rata-rata pelaku mengambil Rp300 ribu setiap transaksi. Untuk eksekusi memang selalu dilakukan di Hotel Axana dengan alasan biar lebih aman,” ungkap Muchtar.
Muchtar menjelaskan anak di bawah umur yang dijual tersangka mucikari kepada lelaki masih berstatus pelajar. Anak itu sengaja didatangkan dari Kota Solok jika mucikari mendapatkan pelanggannya di Padang. Sedangkan DM, kekasih dari mucikari ini, berstatus mahasiswi dan DM juga PSK.
“Untuk tindak lanjut terhadap anak di bawah umur dan DM akan kita kirim ke panti rehabilitasi Andam Dewi dengan berkoordinasi bersama Dinas Sosial. Untuk yang 7 orang itu juga sebagai saksi. Yang muncikari proses hukumnya tetap lanjut. Saat ini masih diperiksa secara intensif oleh penyidik,” jelas Muchtar.
Muchtar Siregar menegaskan pihaknya akan menjerat tersangka mucikari ini dengan ndang-undang perlindungan anak pasal 88 junto pasal 76 i undang-undang nomor 17 tahun 2016 dan atau pasal 2 junto pasal 17 undang-undang no 21 tahun 2017 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Ancamannya terhadap pelaku diatas 5 tahun penjara, dengan ancaman maksimal 15 tahun. Dijerat karena tindak pidana prostitusi dan perdagangan orang. Kedepan kita akan terus melakukan pengungkapan kasus serupa. Masyarakat juga harus berperan aktif, kalau menemukan adanya mucikari yang memperdagangkan anak dibawah umur segera lapor. Pasti akan kita tindak,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten Housekeeper Hotel tersebut Edwin Chaniago mengklaim pihaknya tidak pernah menyediakan kamar untuk digunakan sebagai tempat prostitusi. Pasalnya, pihaknya selalu meningkatkan mengawasan dengan memantau aktifitas atau kegiatan pengunjung melalui CCTV atau kamera pengintai.
“Kita dari pihak hotel tidak ada menyediakan prostitusi. Kami menghindari itu juga. Jadi kalau misalnya ketahuan 2 orang lebih di kamar kita suruh keluar dari hotel. Kalau untuk chek in itu harus ada tanda pengenal,” ungkap Edwin.
[Tim Redaksi]