“Permendikbud mengamanatkan PPDB menggunakan sistem zonasi, yaitu siswa yang tinggal dekat sekolah diprioritaskan untuk diterima. Sumbar tidak menggunakan sistem itu,” kata Pelaksana Tugas Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Adel Wahidi di Padang, Kamis.
Ia mengatakan itu terkait penerimaan siswa SMA/SMK tahun ajaran 2018/2019 di Sumbar.
Aturan yang merupakan pembaruan dari Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 itu menurutnya sangat jelas dan tidak perlu ditafsirkan lagi. Hanya perlu dijabarkan secara teknis melalui aturan di daerah seperti melalui Peraturan Gubernur.
Berdasarkan Permendikbud tersebut kriteria utama penerimaan siswa SMA/SMK adalah jarak domisili siswa dengan sekolah, sementara nilai ujian akhir sekolah yang diperoleh di jenjang SMP menjadi pertimbangan paling terakhir.
Hal itu tidak dilaksanakan dalam penerimaan siswa di Sumbar yang masih menggunakan sistem nilai dan rayon sebagai pertimbangan utama berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru Tingkat SMA/SMK/SLB Negeri.
Pergub itu menyatakan sistem zonasi adalah cakupan wilayah dan atau area penerimaan peserta didik baru dalam satu kota atau kabupaten.
Itu sangat berbeda dengan konsep zonasi versi Permendikbud yang merujuk pada area di sekitar sekolah.
“Meski menyebutnya sebagai sistem zonasi, tetapi prakteknya di Sumbar sebenarnya masih sistem rayon,” kata dia.
Dengan sistem itu, pemerataan pendidikan di pusat kota dengan pinggiran sulit direalisasikan. Sekolah-sekolah unggul yang penerimaannya berdasarkan batas nilai tertentu akan tetap ada, padahal tidak dibenarkan lagi oleh Permendikbud.
Selain itu penggunaan sistem on line atau daring yang masih setengah hati dalam sistem penerimaan membuat calon siswa bingung.
Lazimnya sistem on line, pendaftaran harusnya bisa dilakukan di depan komputer dengan cara mengimput semua data yang dibutuhkan. Namun di Sumbar, sistem on line dengan laman www.ppdbsumbar.id hanya digunakan untuk mendownload formulir. Setelah itu semua prosesnya dilakukan manual, langsung ke sekolah.
Hal itu membuat calon siswa bingung, terutama di daerah yang jaringan internetnya belum maksimal.
Salah seorang calon siswa di Pesisir Selatan, Ayu (15) menyebutkan ia sempat mengira laman yang disediakan itu tidak bisa dibuka secara sempurna karena jaringan internet yang kurang baik sehingga yang terbuka hanya data formulir untuk di download.
“Saya kira daftarnya benar-benar on line. Ternyata hanya ambil formulir yang on line. Semua prosesnya masih manual,” kata dia.
Proses pendaftaran itu, siswa mendownload formulir di laman www.ppdbsumbar.id dan mencetaknya. Mengisi berkas secara manual dan menyerahkannya pada operator di sekolah. Operator menginput data dan memberikan bukti pendaftaran pada calon siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Burhasman mengatakan pihaknya memahami apa yang dimaksud oleh Permendikbud dengan zonasi, tetapi sebaran sekolah di daerah itu tidak merata sehingga tidak bisa diterapkan.
Karena itu pihaknya mengambil kebijakan mengubah konsep zonasi itu menjadi area dalam kabupaten dan kota. Artinya siswa yang berada dalam satu kabupaten/kota bisa memilih sekolah mana saja yang diinginkan.
Sementara yang memilih sekolah di luar daerah di sebut pendaftaran luar zonasi. Kuota disediakan sebanyak 5 persen dari total penerimaan di sekolah.
Ia berdalih kebijakan itu sesuai dengan pasal 30 Permendikbud 14/2018 yang menyebutkan bahwa daerah wajib membuat kebijakan tentang pelaksanaannya.
Dengan kebijakan itu persoalan seperti penumpukan siswa di satu sekolah sementara sekolah lain memiliki sedikit siswa, tidak terjadi.*