Connect with us

News

Pengasuhan di Minangkabau penuh filosofi dan sesuai ajaran Islam

Pengasuhan di Minangkabau penuh filosofi dan sesuai ajaran Islam

[ad_1]

Padang, (ANTARA) – Apakah di Nagari Salo, masih ada kebiasaan menghadirkan ninik mamak, bapak dan saudara untuk berbuka puasa setiap bulan Ramadhan?

Ini jadi salah satu pertanyaan kunci yang disampaikan Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto saat halaqah adat terintegrasi dengan agama, menyambut pergantian tahun 2019 yang digelar Ikatan Keluarga Sikumbang Ampek (IKSA) Nagari Salo, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Ahad pagi.

“Kebiasaan mengundang berbuka puasa bersama ini berkaitan dengan proses pembayaran fidyah akibat peristiwa haid yang dialami perempuan baligh. Maknanya sangat dalam jika dilihat secara adat,” tegas Mak Katik, demikian Musra Dahrizal karib disapa melalui siaran pers yang diterima Antara Sumbar.

Ia menjelaska, nilai-nilai adat yang tumbuh dengan mengundang berbuka puasa dalam membayar fidyah , berkaitan dengan proses dikenalkannya kemenakan dengan mamak, anak dengan keluarga bapaknya serta sanak saudara lainnya.

“Lama haid itu bisa sepekan. Jika ada beberapa orang perempuan dewasa di rumah tersebut, maka dalam sepekan itu akan ada proses anak untuk mengenal keluarga bapaknya. Kemenakan mengenal mamaknya. Bayar fidyah itu kan tiga tekong beras di ukuran kita. Itu cukup untuk menjamu mamak atau bapak dari si anak untuk berbuka puasa,” terang dia.

“Dampak secara adatnya, ketika telah saling mengenal, tak akan ada lagi kita temui, mamak dan kemenakan dalam satu permainan ketika duduk di lapau. Karena, kehadiran mamak atau bapak, telah melalui sebuah proses mendalam di rumah ibunya,” urai Mak Katik.

Selain itu, Mak Katik juga mengungkap hasil wawancara mendalamnya terhadap 100 orang keluarga yang mengalami perceraian di Sumbar. Ditemukan, 79 di antaranya saat menikah dalam keadaan haid (tidak suci-red).

“Setelah manakok hari, mandeh ketek marapulai akan datang untuk bertanya, apakah pada hari yang telah ditetapkan itu, dalam keadaan bisa shalat. Jika tidak, maka hari yang sudah ditetapkan itu dimajukan sepekan atau dimundurkan. Begitu orang tua kita dulu menjaga seluruh proses kehidupan kita, agar adat dan syara’ tetap berjalan beriringan,” terangnya.

Internalisasi adat dan syara’, terangnya, juga telah dimulai sejak anak dilahirkan ke muka bumi. Dulu, orang tua-tua kita selalu berpesan pada bidan tempat melahirkan, agar meminta izin terlebih dulu untuk memotong tali pusar bayi yang baru lahir pada anggota keluarga orang tuanya.

Kemudian, titik potong juga tidak berdasarkan ukuran centimeter seperti ilmu medis saat ini. Melainkan dengan ukuran panjang antara dari titik pusar dengan batas bibir bawah. “Jika anaknya terlahir tinggi maka dia akan jadi lebih panjang atau sebaliknya. Saat ini, dipukul rata lima centimeter saja,” ungkap Mak Katik dalam ceramah adat yang juga dihadiri Wali Nagari Salo, Anwar St Kayo serta pemuka masyarakat dari sejumlah nagari tetangga itu.

“Pengalaman saya saat menganjurkan titik potong tali pusar ini, si anak jadi seperti manih dagiang saat dewasanya. Proses pemotongan tali pusar ini, juga berkaitan dengan simbol warna pada marawa kita. Kuning, merah dan hitam. Dia tak lepas dari warna yang tampak di tali pusar itu,” kata Mak Katik bertamsil.

“Meminta izin itu berkaitan dengan akad. Proses akad ini yang menjadikan kehalalan sebuah proses. Tak heran, orang-orang dulu itu tinggi etikanya dan halus budinya. Saya tak ingin berdebat dengan kondisi sekarang. Jika kita semua menyadari ada kesalahan, mari sama-sama kita perbaiki,” tegasnya.

Kemudian, Mak Katik juga menuturkan pantangan keluarga dulu, dalam memberi makan anak dengan lebih dulu menutup pintu. Saat ini, anak diberi makan sembari jalan-jalan keliling komplek perumahan tempat tinggal.

Menutup pintu saat makan itu, tegasnya, mengajarkan pada si anak bahwa ada proses yang tak selalu bisa sesuai kehendak hatinya. “Jika saat ini ditemukan ada anak yang gampang saja melawan dan berkata-kata kasar pada orang tuanya, coba tanyakan bagaimana proses dia diberi makan saat kanak-kanak. Jika dengan berjalan-jalan, segera lah bertaubat nasuha,” sarannya.

Banyak hal yang Mak Katik nukilkan dalam penuturan disertai tanya jawab selama dua jam setengah itu. Pria yang dilahirkan pada 18 Agustus 1949 itu, saat ini merupakan dosen luar biasa di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unand dan Fakultas Hukum UMSB Bukittinggi.

Walau hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR), Mak Katik telah jadi dosen tamu di University of Hawaii, Menoa, Amerika Serikat dan Akademi Seni Warisan Budaya Kebangsaan Malaysia. Juga telah melanglang buana, mengenalkan adat Minangkabau ke berbagai negara di benua Eropa, Amerika, Asia Tengah dan lainnya.

Dikesempatan itu, Mak Katik yang asli Batipuah, Kabupaten Tanahdatar itu menegaskan, adat dengan agama di Minangkabau, ibarat aua jo tabiang, sanda manyanda kaduonyo. “Kini, mayoritas kita di Minang, mengamalkan ajaran Singosari atau Belanda. Adaik itu adaik. Nan agamo itu agamo. Berdiri sendiri. Tak saling berhubungan,” tegasnya.

“Tak ada yang bertentangan antara adat dan syara’. Kajiannya sudah tuntas di orang tua kita dulu. Awalnya, berdasarkan permintaan orang awak yang ahli fiqih, adat itu mesti berdasarkan Al Quran. Setelah perdebatan panjang dengan orang awak yang mengerti adat, disepakati dengan kata Al Quran diganti syara’. Karena, makna syara’ itu lebih luas jika dikaji secara lebih mendalam,” tegasnya.

“Syara’ itu mengacu pada ayat-ayat Allah yang diturunkan ke muka bumi sejak penciptaan makhluk Allah hingga kehadiran nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah terakhir,” ungkapnya tentang pola pengasuhan (parenting) di Minangkabau yang terintegrasi dengan ajaran Islam.

Warih Bajawek

Saat membuka acara, pangulu Suku Sikumbang Ampek Nagari Salo, Dt Sipado mengungkapkan, pemahaman adat dengan syara’ yang benar, harus terus diwariskan kegenerasi muda.

“Kami Suku Sikumbang Ampek Nagari Salo, khawatir soal pewarisan adat jo syara’ ini. Karena, yang akan kami wariskan juga tak sempurna pula pemahamannya,” ungkap dia saat mengambangkan lapiak pembahasan yang akan dikupas dalam bakato adat tersebut.

Hantaran kata itu mengilustrasikan peserta kegiatan yang mayoritas dihadiri yang telah berusia lanjut. Baik itu kaum perempuan maupun laki-laki. Sementara, tema kegiatan ini “Kito Sambuik Tahun 2020 jo Bekal Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah untuk Generasi Milenial.”

Sementara, Ketua Pelaksana, Syafrizal mengungkapkan, kegiatan ini merupakan upaya kaum Suku Sikumbang Nagari Salo, dalam memenuhi anjuran Pemkab Agam untuk tidak ikut-ikut merayakan pergantian tahun dengan berhura-hura.

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘491803547646366’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

window.fbAsyncInit = function() {
FB.init({
appId : ‘558190404243031’,
xfbml : true,
version : ‘v2.5’
});
};

(function(d, s, id){
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) {return;}
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));
(function(d, s, id) {
var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0];
if (d.getElementById(id)) return;
js = d.createElement(s); js.id = id;
js.src = “http://connect.facebook.net/en_US/sdk.js#xfbml=1&version=v2.8&appId=558190404243031”;
fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs);
}(document, ‘script’, ‘facebook-jssdk’));

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya
Click to comment

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Pemborosan dalam Reformasi Birokrasi – Fadli Zon

Fadli Zon Usul Provinsi Sumbar Ganti Nama Jadi Minangkabau

[ad_1]

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan regulasi terkait sejumlah posisi wakil menteri aneh. Termasuk dengan hadirnya Perpres Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur soal Wamendikbudristek.

Fadli menilai upaya yang dilakukan Jokowi termasuk pemborosan. Apalagi jika regulasi tersebut demi mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan.

“Kalau menurut saya agak aneh, ya. Banyak sekali wakil-wakil menteri padahal wakil-wakil menteri itu, kan, mestinya dibatasi hanya memang kementerian yang membutuhkan saja,” kata Fadli, Senin (2/8).

“Jumlah menteri, kan, sudah dibatasi dengan UU yaitu 34 menteri. Jadi wakil menteri itu, ya, bukan menteri. Jadi, ya, kalau menurut saya ini pemborosan di dalam perbaikan institusi kita atau reformasi birokrasi kita terlalu banyak,” tambahnya.

Dia lantas menyinggung soal keinginan Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi. Sehingga hadirnya regulasi yang mengatur soal posisi wakil menteri ini malah semakin tak konsisten.

“Dulu, kan, Pak Jokowi ingin ada perampingan, tapi ini semakin melebar. Ada wamen, ada stafsus, dan segala macam gitu, ya. Ini menurut saya jelas pemborosan uang negara. Kalau menurut saya ini lebih banyak pada akomodasi politik gitu, ya,” katanya.

Sejauh ini, posisi wamen di sejumlah kementerian dianggap tak perlu. Sebab ada pejabat eselon yang bisa membantu tugas-tugas seorang menteri.

“Ada menurut saya, kan, ada dirjen, ada direktur, dan sebagainya. Perangkat begitu besar jadi mestinya bagaimana institusi ini dibuat benar gitu, dibuat rapi, dan benar,” ujarnya.

Bagi Fadli, keputusan untuk mengakomodir pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan jabatan bisa merusak birokrasi yang ada di Indonesia.

“Itulah kesan yang muncul di masyarakat dan itu menurut saya akan merusak birokrasi, merusak reformasi birokrasi, merusak tatanan yang sudah ada,” pungkasnya.

Saat ini sudah ada 14 wamen yang ada di kementerian Jokowi. Sementara itu, Jokowi sudah meneken perpres yang memutuskan ada wamen di 5 kementerian lain. Tapi, hingga saat ini, posisi wamen di 5 kementerian itu belum diisi.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Kita Tunggu Sampai Sore! – Fadli Zon

Sumbangan Rp 2T Akidio Tio Muara Kebohongan? Fadli Zon: Kita Tunggu Sampai Sore!

[ad_1]

Nama Akidi Tio belakangan menjadi topik perbincangan hangat masyarakat Republik Indonesia usai keluarga besar dan ahli warisnya mengklaim akan menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk membantu warga yang terdampak Covid-19 dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pada awal isu tersebut berkembang, banyak tanggapan positif dari masyarakat mengingat nilai yang akan disumbangkan cukup fantastis. Namun belakangan, sejumlah pihak termasuk politisi Fadli Zon menduga dan menilai jika kabar tersebut hanya isapan jempol

Melansir akun twitter pribadinya @Fadlizon, politisi Partai Gerindra itu memposting sebuah unggahan yang isinya merujuk pada artikel Kompas dengan judul ‘Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat’ disertai caption yang cukup menohok.

“Hari masih pagi, mari kita tunggu sampai Senin sore nanti apakah masuk sumbangan Rp 2T. Kalau masuk berarti ini semacam mukjizat. Kalau ternyata bohong, bisa dikenakan pasal-pasal di UU No.1 tahun 1946,” cuit Fadli Zon, Senin (2/8/2021).

Keraguan Fadli akan kabar tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dari sumber artikel yang ditulis oleh Hamid Awaluddin yang Fadli cantumkan dalam cuitannya, disebutkan bahwa sosok Akidi Tio tidak memiliki jejak yang jelas sebagai seorang pengusaha.

Bahkan dalam sejumlah isu sebelumnya, terkait dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan dalam tulisan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia tersebut, seluruhnya bermuara pada kebohongan.

Suarapakar.com - Sumbangan Rp 2T Akidi Tio

Meski tulisan artikel itu masih sebatas opini, namun sangat layak dipertanyakan apakah Akidi Tio memang memiliki kekayaan fantastis sebanyak itu sehingga mampu menyumbangkan dana senilai Rp 2 Triliun untuk bantuan PPKM?

Senada namun tak sama dengan Fadli Zon, Menkopolhukam Mahfud MD meeminta semua pihak untuk menanggapi kabar tersebut dengan positif dan berharap dapat terealisasi.

“Ini perspektif dari Hamid Awaluddin ttg sumbangan Rp 2 T dari Akidi Tio. Bagus, agar kita tunggu realisasinya dgn rasional,” tulis Mahfud di Twitter, Senin (2/8/2021).

Namun demikian, ia juga memberikan pengakuan jika sebelumnya pernah membuat tulisan terkait pihak yang meminta fasilitas dari Negara untuk mencari harta karun yang nantinya akan disumbangkan kembali ke Negara. Adapun pada faktanya, kabar tersebut tak dapat di validasi.

“Sy jg prnh menulis ada orng2 yg minta difasilitasi utk menggali harta karun dll yg akan disumbangkan ke negara. Tp tak bs divalidasi,” beber Mahfud lagi.

Sebelumnya, keluarga dan ahli waris Akidi Tio disebutkan akan menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan COVID. Sumbangan itu sendiri telah diterima secara simbolis oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri pada Senin (26/7/2021).

Kabarnya uang sumbangan senilai Rp 2 Triliun itu akan masuk pada Senin (2/8/2021). Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi baik dari Polda Sumsel maupun pihak keluarga Akidi Tio.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Berita

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI – Fadli Zon

Fadli Zon Koreksi Baliho Puan Maharani, Disebut Tidak Sesuai dengan KBBI

[ad_1]

Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberikan koreksi terhadap baliho Ketua DPR RI Puan Maharani yang bertebaran di berbagai penjuru Indonesia.

Fadli mengoreksi penulisan diksi yang terdapat dalam narasi di baliho Puan yang menurutnya terdapat kesalahan.

“Mari gunakan bahasa Indonesia yg baik dan benar apalagi dlm bentuk baliho besar yg terpampang ke seantero negeri,” kata Fadli dalam cuitan di Twitter, Senin, 2 Agustus 2021.

Adapun Fadli memberikan koreksi terhadap penulisan kata ‘kebhinnekaan’ yang menurutnya tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg benar itu ‘kebinekaan’ bukan ‘kebhinnekaan’. Tapi kelihatannya semua baliho sdh dipajang. Sekedar koreksi,” tulis Fadli.

Lebih lanjut ia menjelaskan makna dari ‘Kebinekaan’ sesuai dengan koreksinya terhadap baliho Puan Maharani.

“‘Kebinekaan’ artinya keberagaman, berbeda-beda. Harusnya bukan keberagaman (perbedaan) yg ditonjolkan, tp persatuan dlm keberagaman itu,” lanjutnya.

“Unity in diversity, ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dlm serat ‘Kakawin Sutasoma’ karya Mpu Tantular. Jd jgn kita kepakkan sayap perbedaan, tapi persatuan.” jelasnya.

Seperti diketahui, baliho-baliho raksasa Puan Maharani bertebaran di berbagai penjuru Indonesia beberapa waktu belakangan dan kini semakin bertambah jumlahnya.

Berkaitan itu, pihak PDIP sebelumnya sudah mengungkapkan alasan baliho dan billboard Puan dipasang di berbagai tempat di Indonesia.

Menurut Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Hendrawan mengatakan bahwa pemasangan baliho Puan adalah bentuk kegembiraan karena putri Megawati Soekarnoputri itu adalah perempuan pertama yang memimpin DPR.

“Ini ekspresi kegembiraan karena Mbak PM (Puan Maharani) adalah perempuan pertama Ketua DPR dari 23 ketua DPR dalam sejarah RI. Tagline-nya macam-macam. Ada yang berkaitan dengan imbauan perkuatan gotong royong menghadapi pandemi, penguatan semangat kebangsaan, dan dorongan optimisme menghadapi masa depan,” ujar Hendrawan.

Sumber

[ad_2]

Sumber

Baca Selengkapnya

Populer