PASAMAN BARAT, RedaksiSumbar.com – Hamparan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, sangatlah luas, namun sayangnya warga sekitarnya masih belum sejahtera dengan beroperasinya perkebunan tersebut di wilayah mereka.
Seperti dikatakan Ketua LMS Pelindas Pasaman Barat, M. Bisri Batubara di Ujung Gading, bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut membentang luas mulai dari Kecamatan Kinali sampai ke Kecamatan Ranah Batahan.
“Masyarakat tentu berharap dengan beroperasinya perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka sejak tahun 1990 an, dapat mengatasi persoalan yang dihadapi, seperti sarana telekomunikasi, infrastruktur jalan dan jembatan, pendidikan, kesehatan dan membuka lapangan pekerjaan,” ujar Bisri Batubara.
Ia berharap, agar kalau ada perda tolong ditegakkan dan kalau belum ada, hal ini harus segera dibuatkan Perdanya, terkait pemberian CSR kepada masyarakat. Selain itu, Komisi DPRD yang membidangi perkebunan dan Sosial juga harus turun lapangan mengawasi penyaluran CSR tersebut, serta menyerap aspirasi masyarakat.
Selain itu, perusahaan perkebunan kelapa sawit juga harus didesak oleh pemerintah untuk membuat pabrik-pabrik industri, sehingga ke depan barang-barang yang dijual ke negera lain sudah dalam bentuk barang jadi bukan barang setengah jadi.
“Selama ini setau kita, perusahaan selalu menjual dalam bentuk CPO ke luar negeri, ini jelas sangat merugikan baik bagi negara maupun masyarakat setempat,” kata Bisri Batubara.
Jika di wilayah kita ini dibangun pabrik, maka akan sangat membantu masyarakat, di mana selain membuka lapangan pekerjaan, harga barang-barang kebutuhan pokok juga dapat dibeli dengan harga yang murah.
“Hasil dari sawit itu dapat diolah dalam berbagai bentuk barang seperti mentega, sabun, minyak goreng dan masih banyak lagi lainnya,” imbuh Bisri.
Disamping itu, Ketua DPRD Pasaman Barat, H. Daliyus. K, Saptu (26/1/2019) mengatakan, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Pasaman Barat harus memberikan CSR nya kepada masyarakat.
“Salurkanlah CSR itu kepada masyarakat sekitar, sesuai aturan yang ada. Karena, CSR itu bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat, apalagi Pasaman Barat sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang CSR,” kata Daliyus.
Ditegaskan Daliyus, konflik antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat, kebanyakan terjadi akibat dari pihak perusahaan yang diduga tidak komitmen dalam menjalankan perjanjian yang telah tertuang dalam Amdal atau UKL-UPL.
“Sebelum perusahaan masuk, mereka telah terlebih dahulu menyetujui Amdal atau UKL-UPL yang merupakan bentuk perjanjian antara perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat,” tegasnya.
Dalam Amdal atau UKL-UPL tersebut, kalo tidak salah telah diatur CSR untuk masyarakat, di mana diberikan untuk kegiatan kemasyarakatan, budaya, pendidikan, kesehatan, lingkungan, kegamaan dan lainnya. Namun sayangnya, kenyataan saat ini CSR masih belum optimal disalurkan pada masyarakat.
“Untuk itu, kami tegaskan agar perusahaan menyalurkan CSR semaksimal mungkin demi kesejahteraan masyarakat. Lebih utama, perusahaan dalam penyaluran CSR itu harus transparan,” tegasnya.
Persoalan CSR ini sangat penting diperjuangkan, karena itu haknya masyarakat. “Kita akan dudukkan lagi dengab eksecutive atau Pemkab Pasbar, agar transparansi dalam penyaluran CSR terlaksana,” tegas Daliyus.
(Tim Liputan)